PENDAHULUAN
Ulat api dan ulat kantung merupakan hama pemakan daun yang terpenting di perkebunan kelapa sawit, . Diantara jenis – jenis ulat api, Setothosea asigna v. Ecke dikenal sebagai ulat yang paling rakus dan paling sering menimbulkan kerugian di perkebunan kelapa sawit, baik pada tanaman muda maupun pada tanaman tua (Desmier de Chenon dkk., 1989). Ulat ini mampu mengkonsumsi daun 300 – 500 cm2 per ekor ulat. Tingkat populasi 5 – 10 ulat per pelepah merupakan populasi kritis (TBM = 5, TM = 10) (Soehardjo dkk,1999).
Pengendalian hama ulat pemakan daun kelapa sawit merupakan suatu faktor penting dalam manajemen perkebunan kelapa sawit. Serangan dari hama ini menunjukkan gejala kronis dan selalu menimbulka peledakan populasi. Sampai waktu ini pengendalian hama ini masih terus dengan penyemprotan insektisida walaupun banyak menimbulkan akibat sampingan yang tidak baik. Walaupun demikian, telah cukup banyak ditemukan cara – cara lain dalam pengendalian ulat pemakan daun kelapa sawit, tetapi cara – cara ini masih sangat sedikit diterapkan di lapangan. Oleh karena itu konsep Pengendalian Hama Terpadu masih belum secara konsekuen dilaksanakan di pekebunan kelapa sawit (Djamin, 1994).
Penelitian – penelitian terdahulu menunjukkan bahwa E. furcellata merupakan predator penting dari ulat pemakan daun kalapa sawit (UPDKS) dari famili Limacodidae. Oleh karena itu predator ini perlu disebarluaskan ke pertanaman kelapa sawit sehingga dapat menjadi salah satu faktor mortalitas pada pengendalian Hayati UPDKS. Untuk mencapai tujuan ini perlu dilakukan pembiakan massal predator E. furcellata (Desmier de Chenon, 1989; Sipayung et al, 1989).
Eocanthecona furcellata Salah satu dari penemuan – penemuan tersebut adalah ditemukannya predator Eocanthecona furcellata. Dari hasil penelitian di laboratorium dan di lapangan yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat disimpulkan bahwa predator ini merupakan predator ulat pemakan daun kelapa sawit yang potensial, perlu dikembangkan dan disebarluaskan di perkebunan kelapa sawit (Purba dkk., 1986).
Predator E. furcellata merupakan predator yang sangat berguna bagi pengendalian hama ulat api di perkebunan kelapa sawit. Kemampuannya dalam memangsa ulat api dilapangan, serta siklus hidupnya yang singkat dan kemampuan reproduksi yang tinggi membuat predator ini sangat potensial untuk diaplikasikan dalam pengendalian hama ulat api.
BIOLOGI
E. Furcellata merupakan predator yang baik untuk dikembangkan menjadi sarana pengendalian hayati ulat perusak daun kelapa sawit khususnya ulat api. Hal ini mengingat siklus hidup yang pendek, kemampuan berbiaknya tinggi, lama hidup imago yang panjang (sekitar 2 bulan) serta kemampuan meletakkan telur pada helaian daun kelapa sawit, sehingga memungkinkan baik nimfa maupun imagonya hidup pada tajuk daun kelapa sawit dan aktif memangsa ulat api (Desmeir de Chenon,1989; Sipayung dkk., 1989)
Fase Telur
E. Furcellata meletakkan telur dalam kelompok-kelompok telur. Seekor betina mampu meletakkan kelompok telur 1-4 kali dan jumlah telur per kelompok berbeda-beda tergantung kepada spesiesnya. Dari spesies-spesies yang telah dipelihara, E furcellata adalah spesies yang paling tinggi kemampuan reproduksinya (Sipayung, 1990).
Bagian samping dari telur berwarna hitam, dengan bagian atasnya lebih bersih dan bercahaya kecuali pada bagian tengahnya. Ukuran tinggi telur 1,02 mm (0,96-1,08mm) dan lebar 0,88 mm (0,84-0,92 mm). Telur diletakkan berkelompok sebanyak 9 sampai 74 butir telur, dengan rata-rata 48,33 telur dalam satu kelompok. Betina bertelur rata-rata 2 sampai 4 kali dalam waktu 23 hari (Sipayung dkk., 1991).
Fase Nimfa
Nimfa atau fase dari telur menjelang dewasa dimana nimfa E furcellata berwarna hitam pada bagian kepala dan kaki, abdomen jingga sampai ke merahan dengan garis putus-putus pada tepi dan tengah dari abdomen. Dari stadia nimfa hingga dewasa mengalami 5 kali pergantian kulit. Perkembangan dengan menggu nakan ulat api S. nitens sebagai mangsa memerlukan waktu 4 minggu (telur sampai imago) dan 6 minggu untuk keseluruhan generasi (Miller, 1956), dan jika diberi makan dengan S. asigna, siklus hidup berkisar antara 44 sampai 76 hari (Desmier de Chenon, 1989). Nimfa instar satu yang baru menetas belum mau makan, nimfa instar dua mulai memakan hama ulat api pada daun tanaman kelapa sawit begitu juga instar tiga, instar empat, instar lima sampai imago (Sipayung dkk., 1991).
Fase Imago
Dalam biologi, imago adalah tahap terakhir yang dicapai serangga selama metamorfosisnya, proses pertumbuhan dan perkembangannya; itu juga disebut tahap imaginal, tahap di mana serangga mencapai kedewasaan. Ini mengikuti ekdisis akhir dari instar yang belum dewasaImago dari predator ini mempunyai ukuran, jantan panjangnya 11,30 mm dan lebar 5,36 mm (5,16-5,66 mm); betina sedikit lebih besar dengan panjang 14,65 mm (13,83-15,50 mm) dan lebar 6,86 (6,50-7,16 mm). Imago pada umumnya tampak berwarna hitam, cukup cerah dengan warna hijau berkilau terutama pada bagian scutellum. Imago mempunyai perbesaran pada tibia, inilah yang membedakannya dengan genus Cantheconidea (Sipayung dkk., 1991). Scutellum besar pada sisi kanan dan kiri pronotum terdapat suatu struktur yang menyerupai tanduk yang disebut humeral tooth (gigi yang membujur), yang mencirikan sifat predator dari serangga tersebut ( Miller, 1956 ; Kalshoven, 1981).
Dalam upaya mengendalikan ulat api perlu dilakukan pembiakan secara masal predator alami hama tanaman tersebut (UPDK) dan tujuan dari pembiakan massal musuh alami ialah untuk menghasilkan musuh alami dengan mudah, dalam jumlah besar, dalam waktu cepat dan murah biayanya. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan membiakkan E. furcellata dengan memberikan mangsa alaminya, Sethotosea asigna (Djamin, 1994).
PEMBIAKAN
Observasi pendahuluan menunjukkan bahwa populasi E. furcellata di lapangan sangat rendah, sehingga sangat sukar untuk menemukannya. Salah satu sebabnya adalah terbunuhnya predator – predator yang ada di lapangan oleh insektisida. Newsom (1974)
telah mendokumentasikan kasus – kasus di mana predator – predator terbunuh akibat insektisida. Jika hal ini juga terjadi pada E. furcellata maka penerapan konsep PHT di perkebunan kelapa sawit akan menjadi lebih sulit (Djamin, 1994).
E. furcellata merupakan predator yang baik untuk dikembangkan menjadi agen pengendalian hayati ulat api S. asigna. Hal ini mengingat siklus hidupnya yang pendek, kemampuan berbiaknya tinggi, lama hidup imago yang panjang serta kemampuannya meletakkan telur pada helaian daun kelapa sawit, sehingga memungkinkan baik nimfa maupun imagonya hidup pada tajuk daun kelapa sawit dan aktif memangsa ulat api (Sudharto dkk, 1990). Sipayung (1990) mengungkapkan empat belas ekor ulat S. asigna stadia 6 – 7 cukup untuk 100 ekor nimfa per hari.
Pelepasan Predator di lapangan
Sipayung dkk (1991), menguraikan bahwa pada penelitiannya ternyata bahwa pelepasan 5 ekor imago predator perpohon pada tanaman umur 3 – 6 tahun yang sedang mengalami ledakan populasi dimana rerata 29,5 ekor S. nitens dalam suatu pelepah dapat menurunkan populasi menjadi 3 – 6 ekor larva setelah tiga generasi kemudian.
Pelepasan imago E.furcellata di lapangan sebanyak 3 – 4 ekor per pohon dalam keadaan padat populasi ulat yang masih rendah (3 – 6 ekor per pelepah) akan dapat menjaga populasi hama berada di bawah ambang populasi ekonomis. E.furcellata diketahui memangsa hampir semua larva Lepidoptera yang ada pada perkebunan kelapa sawit. Predator ini dapat dijumpai di perkebunan kelapa sawit mulai dari Sumatera Utara, Lampung, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.
Dalam pelepasan predator E.furcellata di lapangan, lebih baik melepaskan nimfa instar terakhir dan imago. Nimfa dan imago tersebut dapat lebih lama tinggal pada tanaman kelapa sawit. Pelepasan predator lebih efektif ketika populasi larva rendah (Desmier de Chenon et al, 1990). Pelepasan sejumlah besar predator secara periodic merupakan salah satu teknik pemanfaatan predator untuk mengendalikan ulat pemakan daun kelapa sawit. Dalam jangka pendek tindakan ini diharapkan akan dapat menekan populasi hama sasaran secara langsung, sedangkan dalam jangka panjang diharapkan dapat menggeser keseimbangan alami ke arah yang lebih menguntungkan sehingga ledakan populasi hama berikutnya dapat dicegah (Prawirosukarto dkk., 1991).
Media Hidup
Untuk memperbanyak dan mempertahankan populasi predator di perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan dengan mengurangi penggunaan insektisida kimia maupun herbisida dalam mengendalikan gulma sebagai sumber makanan bagi imago parasitoid. Media hidup dan tempat berlindung bagi predator Eocanthecona furcellata adalah tanaman Antigonon leptopus, Antigonon adalah nama genus dari famili Polygonaceae yang terdiri atas tiga spesies. Nama latin bunga tersebut masing-masing adalah Antigonon flavescens, A. guatemalense, dan A. leptopus. Dalam bahasa Inggris tanaman ini dikenal dengan beberapa sebutan diantaranya adalah Coral vine, Coralina, dan Bellisima grande. Di Indonesia disebut sebagai bunga air mata pengantin atau bunga pengantin
sumber :
1.https://materipengetahuanumum.blogspot.co.id/2016/11/klasifikasi-dan-morfologi-eocanthecona.html
2. KEMAMPUAN PREDATOR Eocanthecona furcellata (Wolff). (Hemiptera : Pentatomidae) MENGENDALIKAN ULAT API Sethotosea asigna v Eecke DI PERTANAMAN KELAPA SAWIT oleh CORRY FRIDA ARIANI SINAGA