Jumat, 31 Agustus 2018

Strategi Penyusunan Rekomendasi

Defisiensi atau kahat unsur hara adalah kekurangan meterial (bahan) yang berupa makanan bagi tanaman untuk melangsungkan hidupnya. Kebutuhan tanaman akan unsur hara berbeda-beda tergantung dari jenis tanamannya, ada jenis tanaman yang rakus makanan dan adapula yang biasa saja. Jika unsur hara dalam tanah tidak tersedia maka pertumbuhan tanaman akan terhambat dan produksinya menurun. Kita sebagai petani tidak mungkin mengecek kandungan hara tanah setiap saat untuk mengetahui ketersediaan unsur hara tersebut, salah satu upayanya adalah dengan mengetahui gejala defisiensi unsur hara pada tanaman

Dalam pelaksanaan pembangunan perkebunan kita tidak bisa memastikan tanaman tersebut kekurangan (defisiensi) maupun kelebihan unsur hara tanpa melakukan pengujian ke laboratorium, sehingga kita bisa salah menentukan dosis pemupukan pada tanaman hanya dengan melihat sifat fisik tanaman mulaiu dari daun, buah batang hingga lingkungan tumbuhnya, hal inilah yang mengakibatkan terjadinya "mal praktek" dari para pelaksana di lapangan, sebaiknya perlu mengetahui secara pasti keadaan tanaman senyatanya sehingga pengambilan kesimpulan dapat lebih baik.


Salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh pelaksanaan "planters" adalah reaksi tanah (pH) merupakan indikasi yang menggambarkan tingkat kemasaman atau alkalinitas tanah.  Nilai ini berpengaruh pada mudah tidaknya unsur-unsur hara tersedia atau diserap oleh tanaman, adanya unsur beracun bagi tanaman dan aktivitas organisme.  Reaksi tanah yang masam mengakibatkan terjadinya pengikatan P oleh Al dan meningkatkan kelarutan Al yang bersifat racun bagi tanaman, serta tidak tersedianya unsur Boron (B) yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman.

Nitrogen merupakan hara makro yang paling esensial bagi pertumbuhan vegetatif tanaman.  Kekurangan unsur ini akan berakibat tanaman tumbuh  kerdil, pertumbuhan akan terhambat, daun-daun kuning (kurang memiliki arti produksi).  Bahan organik merupakan sumber utama N dalam tanah dan ketersediaannya dipengaruhi oleh ratio antara C dan N.  Sebagian besar N tanah terikat dalam bentuk organik dan sebagian kecil dalam bentuk anorganik.  N  organik tidak dapat diserap oleh tanaman.  Tanaman menyerap Nitrogen dalam bentuk Amonium (NH4) dan Nitrat (NO3).  N dalam tanah dapat berkurang atau  hilang melalui pencucian, penguapan dan diserap oleh tanaman. 

Pengaruh kegiatan pengusahaan hutan terhadap kadar  N-total dapat terjadi melalui berkurangnya kadar bahan organik, meningkatnya proses pencucian dan erosi serta perubahan sifat kimia tanah. Perbedaan kadar bahan organik pada masing-masing jenis kegiatan dapat disebabkan oleh perbedaan kandungan bahan organik awal,  faktor topografi, intensitas pelapukan dan erosi yang terjadi.  Bagi tanaman, Fosfor (P) merupakan unsur hara makro esensial kedua setelah Nitrogen.  Unsur ini sering ditambahkan ke dalam tanah sebagai pupuk, karena pada umumnya tanah-tanah di Indonesia khususnya pada lahan-lahan marginal memiliki kandungan P yang sangat rendah.  P dalam bentuk P organik dapat  dibebaskan menjadi bentuk anorganik melalui proses dekomposisi sehingga dapat diserap oleh tanaman.  Bentuk P anorganik dalam tanah jumlahnya sedikit  dan sukar larut dalam air.  Kadar P-total pada areal calon lokasi Perkebunan berkisar antara  1,15 mg/100 g - 5,49 mg/100 g, tergolong sangat rendah.

Seperti halnya N dan P, unsur Kalium (K) juga merupakan unsur makro esensial bagi tanaman.  Secara umum unsur ini bersama unsur N dan P menentukan tingkat produksi tanaman.  Gejala kekurangan K pada tanaman berakibat pinggir daun berwarna coklat, tanaman kerdil dan daun tua menguning.  Sumber K dalam tanah umumnya ditemukan dalam bentuk mineral yang kompleks. Bentuk tersebut mudah berubah bila tercuci oleh air yang mengandung   CO2  atau asam-asam lainnya.  Sebagian besar kandungan K dalam tanah berasal dari pelapukan batuan yang mengandung K seperti mika dan feldspar (menghasilkan ion K bagi tanaman)

Kapasitas tukar kation suatu jenis tanah adalah kemampuan tanah untuk menyerap kation-kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid-koloid tanah yang bermuatan negatif.  Nilai KTK berkaitan erat dengan  kesuburan tanah, dimana tanah dengan nilai KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik dari pada tanah dengan nilai KTK rendah.   Besarnya KTK sangat dipengaruhi oleh jumlah dan jenis liat, serta humus tanah.  

Aluminium (Al) dalam tanah dapat menimbulkan hambatan bagi pertumbuhan  tanaman secara langsung maupun tidak langsung.  Secara langsung tingginya kadar Al dalam tanah dapat meracuni tanaman, sedangkan secara tidak langsung Al dapat sebagai pensuplai ion H yang pada akhirnya mempengaruhi pH tanah sehingga pH rendah dan mengakibatkan tidak tersedianya unsur hara.  Al yang tinggi juga dapat mengikat unsur-unsur lain seperti Pospor (P) dan Boron (B) sehingga tidak tersedia bagi tanaman.

Strategi dalam penyusunan rekomendasi pemupukan adalah memberikan unsur hara (dosis pupuk) yang mencukupi dan seimbang pada tanaman sehingga memungkinkan dicapainya produktifitas yang optimum.  Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan rangkaian kerja yang saling berkaitan, yaitu:

–    Pengambilan contoh daun (LSU)
–    Pengamatan defisiensi hara
–    Analisa daun di laboratorium
–    Pengambilan contoh tanah (SSU)
–    Analisa tanah di laboratorium
–    Penyusunan rekomendasi
–    Aplikasi pemupukan yang baik (jenis, dosis, cara, waktu)
–    Data produksi dan pengelolaan kultur teknis.



untuk jasa Lab dapat di download disini

Kamis, 30 Agustus 2018

Unsur Hara Nitrogen

Sebagai unsur kimia dan komponen utama yang penting dalam tanaman, protoplasma sel mempunyai kandungan nitrogen yang tinggi, dan juga merupakan unsur pokok protein, asam amino, almida dan alkolida. Klorophil juga mempunyai unsur nitrogen, jika dalam keadaan dibawah optimal ada kecendrungan nitrogen akan ditransfer ke jaringan yang lebih muda, yang secara fisiologis merupakan daerah aktif titik tumbuh. Nitrogen terdapat dalam pupuk urea atau Za, gejala kekurangan unsur hara Nitrogen dapat di lihat pada daun muda dengan gejala daun yang pucat dan kalau siang hari seperti transparan.


Gejala defisiensi  N.

Pada tanaman di pembibitan yang masih muda sekali, daun menunjukkan warna hijau pucat. Warna pucat diikuti dengan warna kekuningan dan jaringan daun sangat kekurangan N sehingga menunjukkan gejala nekrosis.  Pelepah daun yang sangat kekurangan N akan menghasilkan anak daun yang berwarna kuning. Tulang anak daun dan helaian anak daun mengecil serta bergulung ke dalam   

Gejala dimulai dari pelepah tua yang berwarna hijau pucat sampai kekuningan. Pada tahap selanjutnya tulang daun berwarna orange terang dan orange kecoklatan, tulang anak daun dan hulaian daun mengecil dan menggulung kedalam.

Gejala lainnya, terutama pada tanaman yang lebih muda ialah anak daun dari pelepah yang muncul belakangan menjadi lebih sempit sehingga tanaman nampak tegak dan kaku serta luas permukaan daun berangsur menurun.

Pada tanaman di lapangan, mula-mula daun berwarna hijau pucat dan berangsur-angsur kuning. Pada tingkatan yang lebih lanjut warna berubah menjadi coklat atau merah lembayung dan akhirnya jaringan mati mulai dari pinggir anak daun.

Penyebab defisiensi  N.    
Adanya persaingan yang berat antara tanaman dengan gulma seperti lalang (Impereta cylindrica L.), mikania (Mikania micrantha ) dan pakisan ( fems ). 

Kandungan nitrogen dalam tanah yang rendah. Tanah dengan drainase jelek (reduktif) sehingga terjadi proses denitrifikasi (nitrogen hilang dalam bentuk gas N2). Sifat fisik tanah, misalnya kandungan liat tinggi, tergenang air sebelumnya, lapisan tanah dangkal, berbukit dan tanaman tumbuh pada tanah yang berbatu-batu.

Antagonisme (saling tolak atau saling tarik dengan unsur hara lainnya). eremajaan yang sudah sering dilakukan akan menurunkan persediaan unsur hara Nitrogen di dalam tanah. Pemupukan N yang tidak mencukupi. Tersedianya hambatan mineralisasi N yang disebabkan rendahnya pH tanah yang menghambat aktivitas mikroba tanah.

Tindakan pencegahan.
Beberapa tindakan untuk mencegah dan menangani defisiensi N :

Selama periode tanaman belum menghasilkan tindakan pencegahan sebaiknya dilaksanakan dengan melakukan kombinasi antara pemindahan yang dilakukan secara hati-hati, pemupukan N, dan pembangunan penutup tanah leguminosa yang tumbuh cepat.

Mengendalikan secara dini tumbuhan yang bersifat kompetior bagi tanaman kelapa sawit dan melakukan perawatan tanaman kacangan. Pada Tanaman Menghasilkan (TM) pemupukan N diperlukan untuk mempertahankan N daun sekitar 2,5-2,8 %.

Perbaikan sistem drainase tanah harus juga dilakukan pada tanah-tanah yang selalu jenuh air dan pada tanah-tanah dengan permukaan air yang tinggi.
 
Meningkatkan bahan organik tanah,  Meningkatkan ketersediaan nitrogen tanah secara bioteknologi, Mencegah terjadinya aliran permukaan dan erosi. Mengaplikasikan pupuk secara tepat (jenis pupuk, dosis, cara dan waktu aplikasi) dan lakukan mnitoring dengan pengambilan contoh daun. 

Pengujian Lab terhadap Unsur hara pada tanaman kelapa sawit
Unsur Hara Satuan Kondisi Difiseiensi Kondisi Optimum Kondisi berlebihan
< 6 Thn > 6 Thn < 6 Thn > 6 Thn < 6 Thn > 6 Thn
N % < 2.5 < 2.30 2.60 - 2.90 2.40 - 2.80 > 3.10 > 3.00

Contoh Hasil Analisa Pengujian Terhadap Unsur Hara
Sampel N Analisa
1 2,266 K
2 2,536 O
3 2,550 O
4 2,571 O
5 2,888 O
6 2,192 K
7 2,816 O
8 2,247 K
9 2,362 O
10 2,622 O
11 2,941 O
12 2,890 O
13 3,217 L
14 2,991 O
15 2,994 O
16 2,388 K
17 2,956 O
18 1,382 K
19 2,901 O
20 2,217 O
21 3,174 L
22 2,906 O
23 2,581 O
24 2,586 O
25 2,409 K
26 2,647 O
Keterangan :
K = Kekurangan
O = Optimum
L = Kelebihan





Minggu, 12 Agustus 2018

Pupuk Kompos Dari Tankos


Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman.Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23% dari jumlah pemanfaatan limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik juga akan memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi. bagi perkebunan kelapa sawit, dapat menghemat penggunaan pupuk sintesis sampai dengan 50%, pupuk organik yang dihasilkan dari TKKS dapat beupa pupuk kompos dan pupuk Kalium.

Pupuk kompos adalah bahan organik yang telah mengalami fermentasi atau dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme. pada prinsipnya pengomposan TKKS untuk menurunkan nisbah C/N yang terkandung didalam tandan segar agar mendekati nisbah C/N tanah. C/N yang mendekati nisbah C/N tanah akan mudah diserap oleh tanaman. C/N kompos yang diinginkan adalah < 20

Kompos merupakan pemanfaatan lain dari tandan kosong setelah melalui proses dekomposisi sehingga terjadi penurunan bobot dan volume dari tandan kosong tanpa mengurangi potensi hara yang terkandung didalamnya. Kompos yang dihasilkan sekitar 20% dari TKS. Setiap periode produksi kompos, JLTZ harus melakukan sampling terhadap kompos yang sudah matang dan mengirimkannya ke Lab untuk dianalisa nutrisinya.

Kompos TKKS dapat dimanfaatkan untuk memupuk semua jenis tanaman. Kompos TKKS memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara lain sebagai berikut :
Memperbaiki struktur tanah berlempung menjadi ringan, membantu kelarutan unsur-unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman, bersifat homogen dan mengurangi resiko sebagai pembawa hama tanaman, merupakan pupuk yang tidak mudah tercuci oleh air yang meresap kedalam tanah, dapat diaplikasikan pada sembarang musim.

Tandan kelapa sawit yang diubah menjadi kompos tidak hanya mengandung nutrisi tetapi juga mengandung bahan organik lain yang berguna bagi perbaikan struktur organik pada lapisan tanah, terutama pada kondisi tanah tropis. Kompos merupakan sumber Fosfor (P), Kalsium (ca), Magnesium (Mg), dan Karbon (C). Perlu diketahui bahwa pada proses pengomposan TKKS tidak menggunakan cairan asam dan bahan kimia lain sehingga tidak terdapat pencemaran atau polusi. Proses pengomposan pun tidak menghasilkan limbah. berikut Kandungan Hara dari Pupuk Kompos.

Kandungan Hara Kompos (kadar air 60%)
 
No Unsur Hara Rerata %
1 N Nitrogen 3,3
2 P Phosphorus 0,31
3 K Kalium, potassium 2,35
4 Mg Magnesium 0,7

Dosis Aplikasi :
Dosis rekomendasi per pohon Semester I sebanyak 35 kg kompos + 1,0 kg RP, dan Semester II    sebanyak 35 kg kompos

Cara Aplikasi :
Kompos yang sudah matang dimuat dengan Dump-Truck lalu ditimbang di PKS dan diecer di CR serta MR,  Kompos diaplikasikan secara manual dengan diletakkan di antara dua pohon dalam barisan searah jalan rintis, Pupuk RP diaplikasikan merata di atas kompos sesuai dengan dosisnya yang bertujuan untuk menambah hara phosphorus dalam tanah, Seorang mandor bertanggung jawab atas distribusi kompos dan pengawasan aplikasinya.

Waktu Aplikasi :
Kompos yang sudah matang harus segera diaplikasi ke lapang untuk mengurangi kehilangan haranya.

Kamis, 09 Agustus 2018

Manfaat Tankos Sebagai Pupuk Organik


Tandan kosong merupakan produk samping (by-product) yang dihasilkan PKS dalam bentuk padatan sekitar 21% dari TBS yang di olah. Tandan kosong harus telah diaplikasi dalam kurun waktu 6 hari ke lapangan untuk mengurangi kehilangan haranya. Kandungan unsur hara di TKS cepat merosot/menurun pada penumpukan yang lambat waktu diaplikasi, akibatnya manfaat menggunakan TKS tidak tercapai (maksimal).

Manfaat :

  • Manfaat dari aspek kimia tanah, sumber hara tanaman dan bahan  organik tanah
  • Manfaat dari aspek biologi tanah, media tumbuh bagi mikroganisme mampu merangsang pertumbuhan akar-akar baru tanaman
  • Manfaat fisik tanah, media konservasi tanah guna mencegah resiko erosi dan meningkatkan kemampuan menyimpan air tanah (water holding capacity)
Tankos berpotensi sebagai pupuk karena mengandung unsur hara yang cukup tinggi, memiliki kandungan unsur Nitrogen 1,5%, fosfat 0,5%, kalium 7,3% dan magnesium 0,9%, Tandan kosong dapat digunakan sebagai pupuk bagi tanaman kelapa sawit baik langsung maupun tidak langsung. Pamanfaatan secara langsung adalah dengan menggunakan tankos yang ditebar langsung di daerah piringan maupun gawangan, sedangkan scara tidak langsung harus melalui proses pengkomposan terlebih dahulu.

Aplikasi Tankos Secara Langsung

Aplikasi tankos secara langsung dapat dilakukan dengan dua cara yakni, dengan menebar secara langsung pada di sekitar piringan (0-2 meter) dari batang, dan cara yang kedua dengan diserakkan di jalur antar tanaman dalam satu baris tanaman, yaitu pada gawangan mati (tempat peletakan/ penyusunan pelepah hasil pruning)

 Dosis

Pemberian tankos pada tanaman diberikan secara langsung kepada tanaman dengan dosis 400-450 kg  per pokok  pertahun, dengan rotasi per semester (6 bulan), dari aplikasi tankos tersebut penggunaan pupuk kimia yang biasa digunakan dapat dikurangi dari segi dosis maupun penggunaannya, dan dengan memanfaatkan unsur hara yang terdapat dalam tankos penggunaan pupuk MOP/Kcl dan Dolomit dapat dihilangkan, serta penggunaan pupuk TSP dalam satu tahun dapat menjadi setengahnya tanpa mengurangi produksi, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan kelapa sawit (pemupukan) bisa dikurangi.

Fungsi Lain Tankos

Tankos mempunyai fungsi lain selain sebagai pupuk bagi tanaman kelapa sawit, juga mempunyai fungsi dalam menyerap dan menahan air, sehingga dapat mempertahankan kelembaban tanah, sehingga dengan terjaganya kelembaban tanah maka ketersediaan air bagi tanaman kelapa sawit tetap ada, dan proses pertumbuhan akar tetap baik.

Waktu Aplikasi
Tandan kosong harus telah diaplikasi dalam kurun waktu 6 hari ke lapangan untuk mengurangi kehilangan haranya. Kandungan unsur hara di TKS cepat merosot/menurun pada penumpukan yang lambat waktu diaplikasi, akibatnya manfaat menggunakan TKS tidak tercapai (maksimal)

Permasalahan

Salah satu kendala pemanfaatan tankos sebagai pupuk bagi tanaman kelapa sawit secara langsung adalah biaya transportasi angkut tankos dari PKS ke lapangan, apabila letak kebun cukup jauh dari PKS, dan bentuk perkebunan berbukit dan teras kontur.

Tabel Unsur Hara Tandan Kosong

Hara Satuan Kisaran Rerata
N Nitrogen % 0,64-0,93 0,9
P2O Phosphorus % 0,160-0,318 0,11
K2O Kalium,potassium % 1,93-4,03 2,4
MgO Magnesium % 0,17-0,28 0,17
CaO Kalsium,calsium % 0,23-0,41 0,27
Cl Khlor % 0,44
Mn Mangan ppm 24,75
B Boron ppm 12,94
Zn Seng,zinc ppm 22-50 37,72
Cu Copper ppm 43-83 53,14
Fe Besi, ferrum ppm 158-1128 275,36

Sumber : Alfred Pahala Manumbangtua dan Noli L Barri dalam Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri

Kamis, 03 Mei 2018

Predator Ult Api "Cosmolestes Sp"


Binatang ini termasuk serangga dari golongan kepik, sering disebut dengan nama Yellow Assassin Bug, mungkin karena warna tubuhnya yang didominanasi dengan warna kuning agak gelap dan sifat membunuh mangsanya. Ciri-ciri fisik (morfologi) binatang ini, selain dominasi warna kuning pada tubuhnya, adalah tungkai yang agak panjang jika dibandingkan dengan serangga hama sejenis (kepik). Jumlah tungkai (kaki) terdiri dari tiga pasang, di setiap persendiaannya terlihat berwarna hitam, begitu juga warna sayap dan caput (kepala).

Kepik predator ini sering dijumpai di pertanaman kelapa sawit, terutama yang banyak tumbuh tumbuhan paku, Nephrolepis sp.  Dalam perburuannya, kepik ini menangkap mangsa dengan tungkai depan, lalu menjulurkan alat mulut berupa stilet. Stilet kemudian ditusukkan ke tubuh mangsa untuk mengambil cairan di dalamnya, segera setelah itu, mangsa akan mati

Kemampuan Predasi dan Kisaran Mangsa/Makanan Alternative
Di alam terbuka, serangga ini menjadi predator alamiah bagi cockroaches (lipas), flies (lalat) dan rayap (termites), bisa juga memangsa tabuhan atau tawon. Di dalam perkebunan kelapa sawit, serangga ini dapat memangsa ulat pemakan daun kelapa sawit  menurut F Howard, di dalam bukunya yang berjudul "Insect on Palms", menyebutkan bahwa serangga dari Family Reduviidae ini merupakan salah satu spesies penting dan agresif terhadap UPDKS. Selain berperan sebagai predator (Carnivore), serangga ini juga memanfaatkan nektar bunga untuk makanannya.

Media Hidup
Paku Harupat (Nephrolepis) merupakan sekelompok tumbuhan paku dengan sekitar 40 jenis yang mudah dikenali karena entalnya memanjang berbentuk pedang. Terna epifit atau setengah epifit, mudah dijumpai tumbuh di tepi-tepi sungai, tebing, atau pada batang palem serta pohon lain. Rimpangnya tipis, menyerupai akar. Dari rimpangnya tumbuh ental yang memanjang, dapat mencapai 1,5m panjang, dengan anak-anak daun tersusun menyirip tunggal, mirip pedang atau mata tombak.


Dalam taksonomi saat ini, Nephrolepis dimasukkan dalam suku Lomariopsidaceae, walaupun banyak yang menganggap Nephrolepis lebih baik dikelompokkan sebagai genus tunggal dari suku Nephrolepidaceae. Sistem lain memasukkannya ke dalam Davalliaceae.
Di Indonesia dan daerah Asia tropis lainnya, Nephrolepis mudah dijumpai di rumah-rumah atau kebun. Tumbuhan ini mudah beradaptasi karena bersifat epifit dan memiliki rimpang yang tahan kering yang menjalar ke mana-mana. Beberapa jenisnya, seperti Nephrolepis exaltata, N. duffii, dan N. cordifolia, dikenal sebagai tanaman hias populer dan memiliki banyak kultivar. N. biserrata biasa dijumpai di batang-batang palem di kebun atau hutan.

Sumber :
1. http://herrysoenarko.blogspot.co.id/2013/04/cosmolestes-picticeps-yellow-assasin.html
2. https://id.wikipedia.org/wiki/Paku_pedang

Rabu, 02 Mei 2018

Predator Ulat Api "Sycanus leucomesus"


PENDAHULUAN
Sycanus adalah genus dari predator ulat (assasin bug) dan banyak spesies yang ditemukan di Africa maupun di Asia antara lain  Sycanus affinis Reuter, 1881,  Sycanus albofasciatus Bergroth, 1908,  Sycanus ater (Wolff, 1802), Sycanus atrocoerulens Signoret, 1862, Sycanus bifidus (Fabricius,1787), Sycanus collaris (Fabricius,1785), Sycanus croceovittatus Dohrn, 1959, Sycanus dubius Paiva, 1919, Sycanus falleni Stal, 1863, Sycanus galbanus Distant, 1906, Sycanus indagator Stal,1863, Sycanus inermis Distant, 1902, Sycanus pyrrhomelas Walker, 1873, Sycanus reclinatus Stal Dorn, 1859, Sycanus rubicratus Stal, 1874, Sycanus ventralis Distant, 1919, Sycanus versicolor Dohrn, 1859, Sycanus vividus Distant, 1919.

Sycanus masuk dalam keluarga Reduviidae adalah keluarga kosmopolitan besar dari ordo Hemiptera (bug sejati). Mereka dapat dianggap sedikit tidak biasa, tetapi mereka sangat umum di antara Hemiptera karena hampir semua adalah predator dalam penyergapan terestrial (kebanyakan predator Hemiptera adalah akuatik). Contoh utama Reduviidae nonpredatory adalah beberapa ektoparasit penghisap darah di subfamili Triatominae. Meskipun pengecualian spektakuler diketahui, sebagian besar anggota keluarga cukup mudah dikenali; mereka memiliki leher yang relatif sempit, bangunan kokoh, dan belalai lengkung yang tangguh (kadang-kadang disebut rostrum). Spesimen besar harus ditangani dengan hati-hati, jika memang ada, karena kadang-kadang mereka membela diri dengan tusukan yang sangat menyakitkan dari belalainya.

Dengan kemampunnya itu Predator Reduviidae menggunakan belalainya (rostrum) yang panjang untuk menyuntikkan ludah atau airliur (saliva) mematikan yang akan mencairkan bagian dalam mangsanya, yang kemudian disedot keluar. Air liur ini mengandung enzim yang mencerna jaringan yang mereka telan. Proses ini umumnya disebut sebagai pencernaan ekstraoral. Saliva umumnya efektif membunuh mangsa secara substansial lebih besar dari bug itu sendiri.

Biologi
Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris. Sycanus  betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. Dari 68 pasang imago Sycanus , hanya 50% dari telurnya yang menetas. Semua telur (15-119 telur per kelompok) menetas dalam hari yang sama. Masa inkubasi telur adalah 11 -  39 hari (Zulkefli dkk, 2004).  Nimfa mengalami pergantian kutikula sebanyak lima kali sebelum mencapai fase dewasa. Nimfa yang baru muncul berwarna kekuning-kuningan  pada kepala, toraks dan abdomennya. Tungkai coklat dengan bagian femur dan tibia lebih gelap. Nimfa instar pertama hidup berkelompok dan mengubah posisi dalam jangka waktu pendek dengan bersilangan satu sama lain. Instar kedua membutuhkan waktu yang lebih pendek sebelum berganti kulit menjadi instar  berikutnya. Warnanya sama dengan instar yang pertama kecuali pada bagian tubuhnya (Zulkefli dkk, 2004). 

Nimfa instar ketiga lebih gelap daripada nimfa instar kedua. Bintik pada abdomen juga lebih lebar. Perbandingan antara  perbedaan mangsa menunjukkan tidak banyak perbedaan pada ukuran tubuh. Nimfa instar keempat membutuhkan waktu tiga minggu sebelum berganti kulit menjadi instar berikutnya. Hampir semua nimfa berhasil menjadi imago, dan  hanya sedikit imago tidak normal karena pergantian kutikula yang sulit. Masa nimfa ± 69 hari (Zulkefli dkk, 2004). Imago jantan dan betina dapat dibedakan dari ukuran tubuh dan bagian abdomennya. Imago jantan lebih kecil dibandingkan dengan imago betina. Imago yang baru terbentuk tidak dapat bergerak selama 15 - 20 menit (Zulkefli dkk, 2004). 

Sycanus  relatif mudah dikenali karena bentuknya yang khas. Kepik ini memiliki ciri kepala memanjang, bagian belakang kepala menggenting mirip leher, rostrum pendek dan kokoh. Tubuhnya berwarna hitam dengan tanda segitiga kuning di bagian tengah sayap depan. Bagian tengah abdomennya melebar sehingga tidak tertutupi oleh sayapnya. Panjang tubuh 2,25 cm dan lebar bagian abdomen 0,5 cm (Mukhopadhyay dan Sarker, 2009). Kepik ini adalah pemburu yang ganas (assasin bug). Sewaktu mencari mangsa geraknya lamban, tetapi jika mangsa telah ditemukan pada jarak tertentu akan menyergap dengan tiba-tiba dan mengisap habis cairan tubuh mangsa tersebut (Susilo, 2007).

Nimfa Sycanus  mempunyai siklus hidup yang lama, aktivitas makan lambat dan berlangsung pada siang hari. Ketika ulat api tersedia, kepik ini akan menusuk dengan segera dan mengisap cairan tubuh ulat dalam waktu 4 sampai 5  jam (Sipayung dkk, 1988). Dalam satu hari tidak banyak ulat yang dapat dimangsa, seekor Sycanus  dapat mengkonsumsi ± 430 ulat selama hidupnya (Wood, 1971).

Media Hidup
Untuk memperbanyak dan mempertahankan populasi predator di perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan dengan mengurangi penggunaan insektisida kimia maupun herbisida dalam mengendalikan gulma sebagai sumber makanan bagi imago predator. Media hidup dan tempat berlindung bagi predator Sycanus leucomesus adalah tanaman  Tunera subulata atau Tunera ulmifolia atau tanaman pukul delapan dengan ciri daun berwarna kuning dan putih, disamping itu ada juga tanaman yang menjadi media hidup bagi S. leucomesus yakni tanaman Elephantopus tomentosus merupakan tanaman herba yang termasuk kedalam famili asteraceae. Nama lain tumbuhan ini adalah devil’s Grandmother Elephant's Foot, Elephantsfoot, Hairy Elephantfoot atau Hairy Tobaccoweed untuk indonesia sendiri sering disebut Tapak Gajah atau Tapak Liman. E. tomentosus merupakan tumbuhan herba perenial yang dapat tumbuh didaerah tropis dan sub tropis dengan ketinggian 10-600 m diatas permukaan laut. Sering ditemukan pada tanah berpasir dan butuh pencahayaan yang tinggi. Elephantopus tomentosus memiliki toleransi rentang toleransi yang luas sehingga mudah tumbuh, memiliki daya tahan hidup yang tinggi dan tersebar luas.


Media hidup dan tempat berlindung bagi predator Sycanus leucomesus adalah tanaman Elephantopus tomentosus merupakan tanaman herba yang termasuk kedalam famili asteraceae. Nama lain tumbuhan ini adalah devil’s Grandmother Elephant's Foot, Elephantsfoot, Hairy Elephantfoot atau Hairy Tobaccoweed. E. tomentosus merupakan tumbuhan herba perenial yang dapat tumbuh didaerah tropis dan sub tropis dengan ketinggian 10-600 m diatas permukaan laut. Sering ditemukan pada tanah berpasir dan butuh pencahayaan yang tinggi. Elephantopus tomentosus memiliki toleransi rentang toleransi yang luas sehingga mudah tumbuh, memiliki daya tahan hidup yang tinggi dan tersebar luas.
 

Sumber :
1. https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/d/d3/Sycanus3.jpg/1200px-Sycanus3.jpg
2. https://en.wikipedia.org/wiki/Sycanus
3. https://en.wikipedia.org/wiki/Reduviidae
4. http://www.academia.edu/34932316/Pengendalian_Hama_Ulat_Api
5. https://keyserver.lucidcentral.org/weeds/data/media/Images/antigonon_leptopus/antigononleptopus24.jpg

Selasa, 01 Mei 2018

Predator Ulat Api "Eocanthecona furcellata"


PENDAHULUAN
Ulat api dan ulat kantung merupakan hama pemakan daun yang terpenting di perkebunan kelapa sawit, . Diantara jenis – jenis ulat api, Setothosea asigna v. Ecke dikenal sebagai ulat yang paling rakus dan paling sering menimbulkan kerugian di perkebunan kelapa sawit, baik pada tanaman muda maupun pada tanaman tua (Desmier de Chenon dkk., 1989). Ulat ini mampu mengkonsumsi daun 300 – 500 cm2 per ekor ulat. Tingkat populasi 5 – 10 ulat per pelepah merupakan populasi kritis (TBM = 5, TM = 10) (Soehardjo dkk,1999).

Pengendalian hama ulat pemakan daun kelapa sawit merupakan suatu faktor penting dalam manajemen perkebunan kelapa sawit. Serangan dari hama ini menunjukkan gejala kronis dan selalu menimbulka peledakan populasi. Sampai waktu ini pengendalian hama ini masih terus dengan penyemprotan insektisida walaupun banyak menimbulkan akibat sampingan yang tidak baik. Walaupun demikian, telah cukup banyak ditemukan cara – cara lain dalam pengendalian ulat pemakan daun kelapa sawit, tetapi cara – cara ini masih sangat sedikit diterapkan di lapangan. Oleh karena itu konsep Pengendalian Hama Terpadu masih belum secara konsekuen dilaksanakan di pekebunan kelapa sawit (Djamin, 1994).

Penelitian – penelitian terdahulu menunjukkan bahwa E. furcellata merupakan predator penting dari ulat pemakan daun kalapa sawit (UPDKS) dari famili Limacodidae. Oleh karena itu predator ini perlu disebarluaskan ke pertanaman kelapa sawit sehingga dapat menjadi salah satu faktor mortalitas pada pengendalian Hayati UPDKS. Untuk mencapai tujuan ini perlu dilakukan pembiakan massal predator E. furcellata (Desmier de Chenon, 1989; Sipayung et al, 1989).


Eocanthecona furcellata Salah satu dari penemuan – penemuan tersebut adalah ditemukannya predator Eocanthecona furcellata. Dari hasil penelitian di laboratorium dan di lapangan yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat disimpulkan bahwa predator ini merupakan predator ulat pemakan daun kelapa sawit yang potensial, perlu dikembangkan dan disebarluaskan di perkebunan kelapa sawit (Purba dkk., 1986).

Predator E. furcellata merupakan predator yang sangat berguna bagi pengendalian hama ulat api di  perkebunan kelapa sawit. Kemampuannya dalam memangsa ulat api dilapangan, serta siklus hidupnya yang singkat dan kemampuan reproduksi yang tinggi membuat predator ini sangat potensial untuk diaplikasikan dalam pengendalian hama ulat api. 

BIOLOGI
E. Furcellata merupakan predator yang baik untuk dikembangkan menjadi sarana pengendalian hayati ulat perusak daun kelapa sawit khususnya ulat api. Hal ini mengingat siklus hidup yang pendek, kemampuan berbiaknya tinggi, lama hidup imago yang panjang (sekitar 2 bulan) serta kemampuan meletakkan telur pada helaian daun kelapa sawit, sehingga memungkinkan baik nimfa maupun imagonya hidup pada tajuk daun kelapa sawit dan aktif memangsa ulat api (Desmeir de Chenon,1989; Sipayung dkk., 1989)

Fase Telur
E. Furcellata meletakkan telur dalam kelompok-kelompok telur. Seekor betina mampu meletakkan kelompok telur 1-4 kali dan jumlah telur per kelompok berbeda-beda tergantung kepada spesiesnya. Dari spesies-spesies yang telah dipelihara, E furcellata adalah spesies yang paling tinggi kemampuan reproduksinya (Sipayung, 1990).


Bagian samping dari telur berwarna hitam, dengan bagian atasnya lebih bersih dan bercahaya kecuali pada bagian tengahnya. Ukuran tinggi telur 1,02 mm (0,96-1,08mm) dan lebar 0,88 mm (0,84-0,92 mm). Telur diletakkan berkelompok sebanyak 9 sampai 74 butir telur, dengan rata-rata 48,33 telur dalam satu kelompok. Betina bertelur rata-rata 2 sampai 4 kali dalam waktu 23 hari (Sipayung dkk., 1991).

Fase Nimfa
Nimfa atau fase dari telur menjelang dewasa dimana nimfa E furcellata berwarna hitam pada bagian kepala dan kaki, abdomen jingga sampai ke merahan dengan garis putus-putus pada tepi dan tengah dari abdomen. Dari stadia nimfa hingga dewasa mengalami 5 kali pergantian kulit. Perkembangan dengan menggu nakan ulat api S. nitens sebagai mangsa memerlukan waktu 4 minggu (telur sampai imago) dan 6 minggu untuk keseluruhan generasi (Miller, 1956), dan jika diberi makan dengan S. asigna, siklus hidup berkisar antara 44 sampai 76 hari (Desmier de Chenon, 1989). Nimfa instar satu yang baru menetas belum mau makan, nimfa instar dua mulai memakan hama ulat api pada daun tanaman kelapa sawit begitu juga instar tiga, instar empat, instar lima sampai imago (Sipayung dkk., 1991).


Fase Imago
Dalam biologi, imago adalah tahap terakhir yang dicapai serangga selama metamorfosisnya, proses pertumbuhan dan perkembangannya; itu juga disebut tahap imaginal, tahap di mana serangga mencapai kedewasaan. Ini mengikuti ekdisis akhir dari instar yang belum dewasaImago dari predator ini mempunyai ukuran, jantan panjangnya 11,30 mm dan lebar 5,36 mm (5,16-5,66 mm); betina sedikit lebih besar dengan panjang 14,65 mm (13,83-15,50 mm) dan lebar 6,86 (6,50-7,16 mm). Imago pada umumnya tampak berwarna hitam, cukup cerah dengan warna hijau berkilau terutama pada bagian scutellum. Imago mempunyai perbesaran pada tibia, inilah yang membedakannya dengan genus Cantheconidea (Sipayung dkk., 1991). Scutellum besar pada sisi kanan dan kiri pronotum terdapat suatu struktur yang menyerupai tanduk yang disebut humeral tooth (gigi yang membujur), yang mencirikan sifat predator dari serangga tersebut ( Miller, 1956 ; Kalshoven, 1981).


Dalam upaya mengendalikan ulat api perlu dilakukan pembiakan secara masal predator alami hama tanaman tersebut (UPDK) dan tujuan dari pembiakan massal musuh alami ialah untuk menghasilkan musuh alami dengan mudah, dalam jumlah besar, dalam waktu cepat dan murah biayanya. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan membiakkan E. furcellata dengan memberikan mangsa alaminya, Sethotosea asigna (Djamin, 1994).

PEMBIAKAN
Observasi pendahuluan menunjukkan bahwa populasi E. furcellata di lapangan sangat rendah, sehingga sangat sukar untuk menemukannya. Salah satu sebabnya adalah terbunuhnya predator – predator yang ada di lapangan oleh insektisida. Newsom (1974)
telah mendokumentasikan kasus – kasus di mana predator – predator terbunuh akibat insektisida. Jika hal ini juga terjadi pada E. furcellata maka penerapan konsep PHT di perkebunan kelapa sawit akan menjadi lebih sulit (Djamin, 1994).

E. furcellata merupakan predator yang baik untuk dikembangkan menjadi agen pengendalian hayati ulat api S. asigna. Hal ini mengingat siklus hidupnya yang pendek, kemampuan berbiaknya tinggi, lama hidup imago yang panjang serta kemampuannya meletakkan telur pada helaian daun kelapa sawit, sehingga memungkinkan baik nimfa maupun imagonya hidup pada tajuk daun kelapa sawit dan aktif memangsa ulat api (Sudharto dkk, 1990). Sipayung (1990) mengungkapkan empat belas ekor ulat S. asigna stadia 6 – 7 cukup untuk 100 ekor nimfa per hari.

Pelepasan Predator di lapangan
Sipayung dkk (1991), menguraikan bahwa pada penelitiannya ternyata bahwa pelepasan 5 ekor imago predator perpohon pada tanaman umur 3 – 6 tahun yang sedang mengalami ledakan populasi dimana rerata 29,5 ekor S. nitens dalam suatu pelepah dapat menurunkan populasi menjadi 3 – 6 ekor larva setelah tiga generasi kemudian.

Pelepasan imago E.furcellata di lapangan sebanyak 3 – 4 ekor per pohon dalam keadaan padat populasi ulat yang masih rendah (3 – 6 ekor per pelepah) akan dapat menjaga populasi hama berada di bawah ambang populasi ekonomis. E.furcellata diketahui memangsa hampir semua larva Lepidoptera yang ada pada perkebunan kelapa sawit. Predator ini dapat dijumpai di perkebunan kelapa sawit mulai dari Sumatera Utara, Lampung, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.

Dalam pelepasan predator E.furcellata di lapangan, lebih baik melepaskan nimfa instar terakhir dan imago. Nimfa dan imago tersebut dapat lebih lama tinggal pada tanaman kelapa sawit. Pelepasan predator lebih efektif ketika populasi larva rendah (Desmier de Chenon et al, 1990). Pelepasan sejumlah besar predator secara periodic merupakan salah satu teknik pemanfaatan predator untuk mengendalikan ulat pemakan daun kelapa sawit. Dalam jangka pendek tindakan ini diharapkan akan dapat menekan populasi hama sasaran secara langsung, sedangkan dalam jangka panjang diharapkan dapat menggeser keseimbangan alami ke arah yang lebih menguntungkan sehingga ledakan populasi hama berikutnya dapat dicegah (Prawirosukarto dkk., 1991).

 
Media Hidup  
Untuk memperbanyak dan mempertahankan populasi predator di perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan dengan mengurangi penggunaan insektisida kimia maupun herbisida dalam mengendalikan gulma sebagai sumber makanan bagi imago parasitoid.   Media hidup dan tempat berlindung bagi predator Eocanthecona furcellata adalah tanaman Antigonon leptopus, Antigonon adalah nama genus dari famili Polygonaceae yang terdiri atas tiga spesies. Nama latin bunga tersebut masing-masing adalah Antigonon flavescens, A. guatemalense, dan A. leptopus. Dalam bahasa Inggris tanaman ini dikenal dengan beberapa sebutan diantaranya adalah Coral vine, Coralina, dan Bellisima grande. Di Indonesia disebut sebagai bunga air mata pengantin atau bunga pengantin

sumber :
1.https://materipengetahuanumum.blogspot.co.id/2016/11/klasifikasi-dan-morfologi-eocanthecona.html 
2. KEMAMPUAN PREDATOR Eocanthecona furcellata (Wolff). (Hemiptera : Pentatomidae) MENGENDALIKAN ULAT API Sethotosea asigna v Eecke DI PERTANAMAN KELAPA SAWIT oleh CORRY FRIDA ARIANI SINAGA