Selasa, 03 April 2018

Hama Ulat Kantung Pteroma Pandula



Jenis ini mirip dengan M. plana, bersifat polifag. Selain pada kelapa sawit, kerap juga menyerang daun sagu, kakao, kopi, Acacia, Albizia dan teh. Kadang kala menyerang bersama dengan M. plana. Kantongnya langsung menempel pada daun. Siklus hidupnya lebih pendek daripada siklus M. plana. Hanya ngengat jantan yang bersayap, dengan rentang sayap 11 mm. Ngengat betina tetap tinggal di dalam kantong. Pupa jantan panjangnya 6 mm dan yang betina 8 mm, berlangsung 18 hari. Kokon tergantung oleh benang halus sepanjang 10 mm. Berbagai musuh alami menyerang jenis ulat kantong ini

Ulat kantung Ptroma pendula merupakan salah satu jenis ulat kantung yang menyerang perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Jenis ini mirip dengan Metisaplana, bersifat polifag. Selain pada kelapa sawit kerap juga menyerang daun sagu, kakao, kopi, Acacia, Albazia dan teh. Kadang kala menyerang bersama dengan M. plana. Kantungnya langsung menempel pada daun. Siklus hidupnya lebih pendek daripada siklus M. plana, sehingga C. pendula dalam setahun dapat mencapai 8 generasi (Rozziansha et al., 2011).

Pengamatan Serangan
a. Jumlah Hama
Pengamatan jumlah hama dilakukan pada tanaman kelapa sawit yang memiliki gejala serangan ulat kantung yang tinggi. Jumlah hama yang dihitung akan dijadikan data awal yang kemudian dikumpulkan untuk dijadikan satu data, yaitu data jumlah hama secara keseluruhan.

b. Tingkat Serangan
Tingkat serangan dihitung berdasarkan jumlah hama yang terdapat pada pelepah tanaman sawit. Tingkat serangan P. pendula dikategorikan menjadi 5 intensitas level :
Level 0 = tidak ada serangan sama sekali
Level 1 = 1-10 individu larva / pelepah
Level 2 = 11-20 individu larva / pelepah
Level 3 = 21-30 individu / pelepah
Level 4 > 30individu / pelepah
(Wood,1971 ; Krishnan,1977 ; Basri,1993).

Akibat Serangan
Akibat dari serangan yang serius oleh hama pemakan daun dapat menyebabkan penurunan produksi. Hal ini disebabkan karena meningkatnya jumlah bunga jantan sebagai akibat tanaman mengalami “stress” karena kehilangan daun. Serangan pada daun atau tingkat kerusakan pada daun tergantung pada kemampuan konsumsi ulat atau larva. Tiap jenis serangga berbeda daya konsumsinya.
Luas permukaan satu pelepah daun kelapa sawit sekitar 3–4 m2. Kerusakan daun atau defoliasi yang ditimbulkan akan mengganggu asimilasi dan sekaligus produksi. Situasi ini akan baru pulih kembali setelah 2–3 tahun dari tingkat defoliasinya. Berdasarkan penjelasan tersebut maka oleh para ahli hama telah disusun pada populasi kritis yang dijadikan pedoman pemberantasan. Ulat yang terdapat pada daun contoh dihitung. Untuk Mahasena cobetti misalnya 4–8 ulat/pelepah, Thosea asigna, Setora nitens dan Metisa plana 5–10 ulat/pelepah, Thosea bisura, Thosea vetusta, Ploneta diducta 10–20 ulat/pelepah dan Darna trima 20–30 ulat/pelepah.


 TINGKAT AMBANG BATAS
Ulat kantong
Mahasena corbetti 5 larva/pelepah
Pteroma pendula 10 larva/pelepah
Metisa plana 10 larva/pelepah
Ulat Api
Setora nitens 5 larva/pelepah
Setothosea asigna 5 larva/pelepah
Darna trima 10 larva/pelepah

Tinggi rendahnya tingkat serangan yang terjadi di lapangan tidak terlepas pada pengaruh perhatian dan kontrol yang baik dalam usaha pengendalian hama. Kontrol yang baik dan penanganan yang tepat dapat menurunkan populasi hama ulat kantung.
Selain kontrol tanaman musuh alami juga sangat membantu dalam menekan perkembangan hama. Syed dan Sankaran (1972) mengemukakan bahwa banyak sekali parasitoid alami yang mampu menekan perkembangan ulat kantung, baik itu parasitoid larva maupun pupa.

Biologis
Parasitoid dan Predator memiliki potensi untuk mengendalikan hama secara biologi. Manipulasi lingkungan yang tepat untuk mengendalikan hama ini karena tindakan ini akan memodifikasi lingkungan untuk kelangsungan hidup dan perkembangan musuh alami.
Basri et al., (1999) menemukan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara serangga parasitoid dan jenis tanaman. Dari percobaan diketahui bahwa Dolochogenidea metesae menyukai tanaman Cassia cobanensis dan Asystasia  intrusa. Brachiraria carinata menyukai Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Euphelmus catoxanthae menyukai tanaman Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Tetrastichus sp menyukai tanaman Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Eurytoma sp menyukai tanaman Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Pediobius imbreus menyukai tanaman Cassia cobanensis Euphorbia heterophylla, Asystasia intrusa dan Ageratum conyzoides. Pediobius anomalus menyukai Cassia cobanensis dan Asystasia intrusa. Untuk mengetahui tanaman inang yang efektif, perlu dilakukan penelitian jenis tanaman inang yang paling disukai oleh predator Ptroma pendula  maupun Metisa plana.

Parasitoid primer dan sekunder, serta predator mempengaruhi populasi Metisa. plana. Diantara parasitoid primer, Goryhus bunoh, hidup paling lama (47 hari) sedangkan hiperparasitoid yang hidup paling lama adalah P. imbreus. Dolichogenidea metesae merupakan parasitoid paling penting (Basri et al., 1995) yang berkembang baik pada tanaman Cassia cobanensis, termasuk Asystasia intrusa, Crotalaria usaramoensis, dan Euphorbia heterophylla. Kecuali A. intrusa, keberadaan tanaman ini akan bermanfaat karena memberikan nektar untuk parasitoid. 

Pengendalian Secara Kimiawi.
Ulat kantong dapat dikendalikan dengan penyemprotan atau dengan injeksi batang menggunakan insektisida. Untuk tanaman yang lebih muda (< umur 2 tahun), knapsack sprayer dapat digunakan untuk penyemprotan. Untuk tanaman lebih dari 3 tahun, aplikasi insektisida dapat menggunakan fogging atau injeksi batang. Monocrotophos dan methamidophos merupakan dua insektisida sistemik yang direkomendasikan untuk injeksi batang (Hutauruk dan Sipayung, 1978). Karena bahan bakunya adalah bahan kimia yang sangat berbahaya, ijin harus diperlukan dari Komisi Pestisida untuk tujuan dan cara aplikasi dan saat ini sudah tidak dikeluarkan lagi. 

Insektisida  yang direkomendasikan oleh Komisi Pestisida Indonesia tahun 2016 untuk hama Metisa plana adalah Abakmektin (Badik 18 EC), Abamektin + Sipermetrin (Limpidor 30/125 EC), Asefat (Ace-One 75 SP, Antong 75 SP, Chepate 75 SP, Lancer75 SP, Manthene 75 SP, Orthene 75, SP, Ortran 75 SP, Besqueen 80 SP, Jossefat 80 SP), Bacillus thuringiensis (DiPel SC), Deltametrin (Percis 30 SC), Diazinon (Diazinon 600 EC, Sidazinon 600 EC), Dimehipo (E-To 400 SL, Feltus 400 SL, Defron 500 SL, Manuver 6 GR), Emamektin benzoat (Provide-X 21/45 SC), Karbosulfan (Respect 200 EC), Klorantraniliprol (Prevathon 50 SC), Metomil (Dangke 40 WP), Sipermetrin (Capture 50 EC, Astertrin 250 EC), Tiodikarb + Triflumuron (Destello 480 SC), Triflumuron (Alsystin 480 SC).





Sumber 
1. http://erlanardianarismansyah.blogspot.co.id/2016/04/ulat-kantong-pteroma-pendula-pada.html
2. Jurnal Agroekoteknologi FP USU Vol.5.No.4, Oktober 2017 (118): 922- 931

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar yang sifatnya membangun