Kamis, 05 April 2018

Hama Ulat Api Setora Nitens


Setora nitens merupakan salah satu hama yang dianggap penting bagi kelapa sawit di Asia Tenggara (Cock et al. di dalam Suparman et al., 2013). Serangan ulat ini ditandai dengan daun tanaman termakan hingga hanya tersisa lidi. Serangan parah dapat menyebabkan penurunan hasil hingga 30% (Barlow di dalam Suparman et al., 2013).

Fisiologi
Ulat ini melalui 4 fase hidup, yaitu telur, larva, pupa, dan imago. Telur berbentuk pipih dan berwarna bening dengan lebar sekitar 3 mm serta diletakkan di permukaan bawah daun dalam 3-5 deret dan kadang 20 deret. Telur mempunyai fase perkembangan selama 4-7 har (Sudharto di dalam Simanjuntak et al., 2011). Larva mempunyai ciri umum berwarna hijau kekuningan dan akan berubah menjadi merah ketika akan menjadi pupa. Panjang mencapai 40 mm dengan 2 rumpunbulu kasar di kepala dan ekor. Terdapat satu garis membujur di tengah punggung yag berwarna biru keunguan. 

Populasi kritis untuk larva serangga ini adalah untuk Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)  kriteria ringan 1-2 larva/pelepah, kriteria sedang 3-5 larva/pelepah dan kriteria berat >5, sementara untuk Tanaman Menghasilkan (TM) populasi kritis pada tingkat ringan 1-5 larva/pelepah  untuk kriteria sedang 6-10 larva per pelepah dan kriteria berat >10 larva/pelepah. Pupa terletak di permukaan tanah dengan ciri berdiameter 15 mm dan berwarna coklat. 

Perkembangan pupa biasa berlangsung selama 17-27 hari. Ngengat berwarna coklat dengan garis kelabu dan memiliki panjang 20 mm. Ngengat S. nitens aktif pada malam hari (Simanjuntak et al., 2011).

DESKRIPSI BIOLOGI
Telur
Setora nitens merupakan salah satu jenis ulat api pemakan daun kelapa sawit yang paling sering menimbulkan kerugian di perkebunan kelapa sawit. Setora nitens memiliki siklus hidup yang lebih pendek dari  S. Asigna yaitu 42 hari (Hartley, 1979). Telur hampir sama dengan telur S. Asigna hanya saja peletakan telur antara satu sama lain tidak saling tindih. Telur menetas setelah 4-7 hari. Ulat mulamula berwarna hijau kekuningan kemudian hijau dan biasanya berubah menjadi kemerahan menjelang masa pupa. Ulat ini dicirikan dengan adanya satu garis membujur di tengah punggung yang berwarna biru keunguan. Stadia ulat dan pupa masing-masing berlangsung sekitar 50 hari dan 17-27 hari. Untuk, Setora nitens selama perkembangannya, ulat berganti kulit 7-8 kali dan mampu menghabiskan helaian daun seluas 400 cm . Setora nitens berpupa pada permukaan tanah (Susanto et al.2006)

Telur hampir sama dengan telur S. Asigna hanya saja peletakan telur antara satu sama lain tidak saling tindih. Telur menetas setelah 4-7 hari (Sudharto, 1991). Telurnya berbentuk pipih dan berwarna bening, lebarnya 3 mm, diletakkan pada permukaan bawah daun dalam 3-5 deretan, kadangkala mencapai 20 deret.

Larva Pupa
Larva mula-mula berwarna hijau kekuningan kemudian hijau dan biasanya berubah menjadi kemerahan menjelang masa pupa. Panjangnya mencapai 40 mm, mempunyai 2 rumpun bulu kasar di kepala dan dua rumpun di bagian ekor. Larva ini dicirikan dengan adanya satu garis membujur di tengah punggung yang berwarna biru keunguan (Gambar 1). Perilaku ulat ini sama dengan ulat S. Asigna Stadia berlangsung sekitar 50 hari (Sudharto,1991). Populasi kritis 5-10 ekor/pelepah.
Pengendalian biasanya dilakukan secara kimiawi dengan insektisida dan hayati dengan virus NPV.

Pupa
Pupa terletak di permukaan tanah sekitar piringan atau di bawah pangkal batang kelapa sawit. Stadia pupa berkisar antara 17-27 hari (Sudharto, 1991). pupanya bulat berdiameter 15 mm dan berwarna cokelat.

Imago
Imago  Setora nitens  berupa ngengat Ngengat jantan dengan lebar rentang sayap sekitar 35 mm dan betina sedikit lebih lebar. Ngengat berwarna cokelat kelabu dengan garis hitam pada tepi sayap depan, dengan panjang 20 mm pada betina, dan lebih pendek pada jantan. Ngengat aktif pada senja dan malam hari, sedangkan pada siang hari hinggap di pelepah-pelepah tua atau pada tumpukan daun yang telah dibuang dengan posisi terbalik (Sudharto, 1991).

GEJALA SERANGAN DAN TINGKAT SERANGAN
Serangan Setora nitens  di lapangan umumnya mengakibatkan daun kelapa sawit habis dengan sangat cepat dan berbentuk seperti melidi. Tanaman tidak dapat menghasilkan tandan selama 2-3 tahun jika serangan yang terjadi sangat berat. Umumnya gejala serangan dimulai dari daun bagian bawah hingga akhirnya helaian daun berlubang habis dan bagian yang tersisa hanya tulang daun saja. Ulat ini sangat rakus, mampu mengkonsumsi 300-500 m daun sawit per hari. Tingkat populasi 5-10 ulat per pelepah merupakan populasi kritis hama tersebut di lapangan dan harus segera diambil tindakan pengendalian (Sudharto, 1991).

MONITORING  POPULASI
Diketahui bahwa pada awal kehadirannya, populasi Setora nitens  adalah berupa kelompok-kelompok kecil, kemudian akan berkembang semakin membesar pada generasi berikutnya, dan akhirnya kelompok-kelompok hama tersebut akan saling menyatu dan memenuhi hamparan tanaman kelapa sawit yang luas (Sipayung , 1992).

Dikenal beberapa metode monitoring populasi hama tersebut di perkebunan kelapa sawit, antara lain metode dari Purba (1962), Wood (1968), Syed & Speldewinde (1974), Desmier de Chenon (1982), Sipayung (1988) dan Chung et al., (1995).
Semua metode tersebut meng-anjurkan agar dilakukan pengamatan populasi hama secara terus menerus, tetapi masingmasing berbeda di dalam cara pengamatan, jumlah contoh yang diamati dan selang waktu pengamatan. Berdasarkan pertimbangan biaya, kemudahan dalam pelaksanaan dan akurasi hasil monitoring, maka disarankan penerapan metode monitoring populasi yang merupakan kombinasi dari metode Purba (1962) dan Desmier de Chenon (1982) sebagai berikut :
- Pengamatan global
- Pengamatan efektif

pengamatan global

Dibuat titik sampel tetap pada tiap blok kelapa sawit dengan jumlah pohon sampel sebanyak satu pohon/ ha dan ditentukan secara sistematis dimulai dari pinggir blok, serta ditandai dengan cat. Setiap bulan dilakukan terhadap populasi hama pada pohon sampel atau 1 pohon dari 6 pohon di sekitar pohon sampel. Setiap pohon sampel diamati jenis dan populasi yang ada pada dua sampel pelepah daun, masing-masing pada bagian tengah dan bawah tajuk daun kelapa sawit. Pada tanaman tua, pelepah daun terpaksa dipotong dan sebaiknya hanya dipotong satu pelepah daun per pohon atau berarti pada setiap kali pengamatan dipotong satu pelepah daun bawah pada satu pohon sampel dan satu pelepah daun tengah pada pohon sampel lain yang berada di dekatnya. Hasil pengamatan kemudian disusun dalam peta blok, S. nitens  dan apabila yang dijumpai jumlahnya melebihi tingkat populasi kritis yang ditentukan (Tabel 1), maka segera dilakukan pengamatan efektif .

Pengamatan Efektif
Hanya dilakukan pada bagian dari blok yang dijumpai S. nitens   melebihi tingkat populasi kritis, dengan mengambil lima pohon sampel/ha yang ditentukan secara sistematis. Pada setiap pohon  sampel hanya diamati satu pelepah daun, sesuai dengan kelompok S. nitens  yang dijumpai. Pengamatan efektif ini diperlukan untuk menentukan batas areal
kelapa sawit yang harus dilakukan pengendalian. Pada 3-7 hari setelah pelaksanaan pengendalian dengan insektisida (tergantung jenis dan teknik aplikasi insektisida yang digunakan), dilakukan evaluasi hasil pengendalian dengan melaksanakan pengamatan efektif ulangan terhadap populasi S. nitens  , untuk menentukan perlu tidaknya
dilakukan pengendalian ulang.

Pengendalian
Pengendalian yang dilakukan S. nitens  dalam mengontrol populasi dengan menggunakan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) (Susanto 2010). Konsep ini bertumpu pada monitoring dan sensus populasi hama

Pengendalian hayati

Beberapa agens antagonis telah banyak digunakan untuk mengendalikan ulat api. Agens antagonis tersebut adalah Bacillus thuringiensis, Cordyceps militaris dan virus Multi-Nucleo Polyhydro Virus (MNPV). Wood ., (1977) menemukan
bahwa bakteri B. thuringiensis efektif melawan Setora nitens, Darna trima dan Setothosea asigna dengan tingkat kematian 90% dalam 7 hari.  Jamur Cordyceps militaris efektif memparasit pupa ulat api jenis S. Nitens dan S. asigna . Jamur ini dapat diaplikasikan formulasi khusus atau menggunakan hasil gerusan pupa yang terinfeksi. Dosis yang digunakan 20 gram per piringan

Virus MNPV digunakan untuk  mengendalikan larva ulat api Penggunaan larutan virus sebanyak 400 gram ulat terinfeksi virus per hektar cukup efektif serta 3,6 kali lebih murah dibandingkan dengan penggunaan pestisida. Walaupun pengaruhnya tidak secepat pestisida akan tetapi kesesuaiannya sebagai metode pengendali yang ber-kesinambungan sangat tepat (Sudharto, 1991).

Selain beberapa entomopatogen di atas, populasi ulat api dapat stabil secara alami di lapangan oleh adanya musuh alami yaitu, predator dan parasitoid. Predator ulat api yang sering ditemukan adalah (Hemiptera: Pentatomidae) dan (Hemiptera:Reduviidae). Parasitoid pada larva Eochantecona furcellata Sycanus leucomesus Setora nitens Brachimeria lasus, Spinariaspinator, Apanteles aluella, Chlorocryptus purpuratus, Fornicia ceylonica, Systropus roepkei, Dolichogenidae metesae, Chaetexorista javana. 

Predator Eochantecona furcellata

Parasitoid dapat diperbanyak dan dikonservasi di perkebunan kelapa sawit dengan menyediakan makanan bagi imago parasitoid tersebut seperti Antigonon leptopus Turnera subulata Turnera ulmifolia Euphorbia heterophylla Cassia tora Boreria alataElephantopus tomentosus oleh krena itu  clean weeding tidak dianjurkan dan tanaman tanaman tersebut tetap ditanam dan jangan dimusnahkan.Tiong (1977), juga melaporkan bahwa adanya penutup tanah dapat mengurangi populasi ulat api karena populasi musuh alami akan meningkat.

Pengendalian dilakukan secara mekanik
Pemasangan untuk menarik dan memerangkap imago . Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kopulasi dan penyebaran serta sebagai salah satu sarana . Kegiatan pemasangan dihentikan jika tangkapan ngengat per malamnya 5 ekor. Insektisida yang paling banyak digunakan pada perkebunan kelapa sawit untuk ulat api saat ini adalah deltametrin, sipermetrin dan lamda sihalothrin dan bahan aktif lain dari golongan pirethroid. Pengendalian dapat dilakukan berdasarkan umur tanaman. Pengendalian untuk Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)

Pengendalian dilakukan secara kimiawi


dapatdilakukan dengan aplikasi penyemprotan yang menggunakan Light trap Setora nitens monitoring Light trap Mist blower. dan berikut bahan kimia yang direkomendasi oleh Departemen pertanian sebagai berikut :  
 

No
Bahan Aktiv
Hama
Jenis Hama
1
Ambush 20 EC
Setora Nitens
Ulat Api
2
Chix25 EC
Setora Nitens
Ulat Api
3
Dipterex 95 SP
Setora Nitens
Ulat Api
4
Fastac 15 EC
Setora Nitens
Ulat Api
5
Fokker 500 EC
Setora Nitens
Ulat Api
6
Hamador 50 WP
Setora Nitens
Ulat Api
7
Klensect 200 EC
Setora Nitens
Ulat Api
8
Lancer75 SP
Setora Nitens
Ulat Api
9
Manthene 75 SP
Setora Nitens
Ulat Api
10
Marcis25 EC
Setora Nitens
Ulat Api
11
Mastax50 EC
Setora Nitens
Ulat Api
12
Matador 25 CS
Setora Nitens
Ulat Api
13
Pentasip 30 EC
Setora Nitens
Ulat Api
14
Pentatrin 20 EC
Setora Nitens
Ulat Api
15
Percis 30 EC
Setora Nitens
Ulat Api
16
Prevathon 50 SC
Setora Nitens
Ulat Api
17
Rimon 100 EC
Setora Nitens
Ulat Api
18
Sevin 85SP
Setora Nitens
Ulat Api
19
Thuricide HP
Setora Nitens
Ulat Api
20
Tresna25 EC
Setora Nitens
Ulat Api

Selengkapnya dapat do download di Sini

INJEKSI BATANG
Insektisida berbahan aktif asefat 75% adalah racun ulat api dan ulat kantong yang berbentuk tepung, sehingga perlu perlakuan pelarutan untuk dapat di masukkan kedalam batang/pohon kelapa sawit. Metoda pencampuranya adalah sebagai berikut :Asefat 75%  sebanyak 1 kg (satu kilogram) ditambahkan air sebanyak 600 ml (enam ratus mililiter) maka akan menjadi larutan sebanyak 1350 ml larutan.


Dosis
Dari berbagai percobaan bahan aktif asefat 75% SP untuk pengendalian ulat api dan ulat kantong hasil yang paling optimum adalah 15 gr/palm (limabelas gram perpalm). Maka untuk 1 kg (satu kilogram) Asefat 75%  SP dapat digunakan pada 66 (enam puluh enam) pohon kelapa sawit, dalam kasus lainnya ada yang menggunakan dosis 400 gram per hektar, besar kecilnya dosis tergantung dari tingkat serangan hama, aplikasi sebaiknya dilakukan pada saat ulat api atau ulat kantong sedang aktif aktifnya makan yakni pada 1 - 30 hari setelah ulat menetas

Aplikasi

Buatlah lubang pada batang kelapa sawit dengan alat bor dan sejenisnya dengan kemiringan 450 dengan volume lubang 25 ml – 30 ml, lalu masukkan larutan Asefat 75% SP sebanyak 20 ml dengan menggunakan spit, corong selang atau sejenisnya, dan tutuplah lubang dengan tanah liat atau lilin dan sejenisnya agar larutan tidak tumpah atau tercampur kotoran.


Ada beberapa merek yang direkomendasikan oleh Pemerintah dalam mengendalikan ulat api maupun ulat kantong dengan menggunakan bahan aktif ametrin 75%SP sebagai aplikasi pengendalian dengan tehnik injeksi batang pada tabel berikut


No
Bahan Aktif
Produsen
1
Acedo 75 SP
PT. Mio Life Sciences Indonesia
2
Acemain 75 SP
PT. Royal Agro Indonesia
3
Ace One 75 SP
PT. Sinar General Indutries
4
Afate 75 SP
CV. Vapco Indonesia
5
Amcothene 75 SP
PT. Adil Makmur Fajar
6
Besqueen 80 SP
PT. Tiara Buana Mandiri
7
BM Promax 75 SP
PT. Behn Meyer Pupuk dan Agrokimia
8
Chepate 75 SP
PT. Nufarm Indonesia
9
Counter 50/1,8 SP
PT. UPL Indonesia
10
Dafat 75 SP
PT. Dalzon Chemicals Indonesia
11
Dafat 75 WG
PT. Dalzon Chemicals Indonesia
12
Dafat 250 EC
PT. Dalzon Chemicals Indonesia
13
Dafat 400 SL
PT. Dalzon Chemicals Indonesia
14
Isadora 75 SP
PT. Sari Kresna Kimia
15
Joker 75 SP
PT. Excel Meg Indo
16
Jossefat 80 SP
CV. Mahakam
17
Kencepat 75 SP
PT. Kenso Indonesia
18
Lancer 75 SP
PT. Agro Sejahtera Indonesia
19
Manthene 75 SP
PT. Dharma Guna Wibawa
20
Megastar 75 SP
PT. Meghmani Organics
21
Missel 75 SP
PT. Gunung Kombeng
22
Orthene 75 SP
PT. Indagro
23
Ortran 75 SP
PT. Arysta LifeScince Tirta
24
Osada 75 SP
PT. Tanindo Intertraco
25
Pastifat 75 SP
PT. Tani Agro Sejahtera
26
Phosthene 97 WG
PT. UPL Indonesia
27
Prathen 75 SP
PT. Mekar Warna Sari
28
Prothene 75 SP
PT. Mitra Kreasidharma
29
Roosfat 75 SP
CV. Nasienie Indonesia
30
Roteen 75 SP
PT. Agrokimindo Kurniabuana

Sumber :
Informasi Organisme Pengganggu Tanaman  PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar yang sifatnya membangun