PENDAHULUAN
Jenis ini merupakan salah satu pemakan daun yang paling merugikan di Sumatera dan Malaysia. Panjang larvanya 12 mm, berwarna cokelat kemerahan, hidup dalam kantong yang panjangnya 15-17 mm. Kantong-kantong terkait menggantung pada permukaan bawah daun. Ngengat jantan memiliki sayap dengan rentang sayap 17-20 mm, antenanya panjang dan berbulu pada ujungnya. Sayapnya cokelat kehitaman. Ngengat betina berbentuk seperti ulat. Siklus hidup lengkap berlangsung 100 hari, dengan stadium larva selama 50 hari. Tingkat populasi kritis 20-30 ekor/pelepah.Pupa jantan memiliki kait seperti pancing yang menempel pada daun sedangkan pupa betina langsung melekat pada daun.
Ulat kantung (Metisa plana) ialah hama ulat pemakan daun penting tanaman kelapa sawit. Serangan M.plana pada kondisi 10-13% dapat menyebabkan penurunan produksi sekitar 30-40% selama dua tahun kedepan Ulat kantung lebih banyak ditemukan pada tanaman kelapa sawit dengan umur tanaman lebih tua, bahwa pada umur kelapa sawit kurang dari tiga tahun, hama lebih banyak di dominasi oleh ulat api, sedangkan pada umur enam tahun, ulat kantung dan ulat bulu lebih dominan. Pada umur tanaman yang lebih tua, kanopi berkembang dan tumpang tindih, hal inilah yang menyebabkan pergerakan dan penularan hama ulat kantung menjadi lebih tinggi, imago jantan M. plana akan terbang mencari imago betina untuk melakukan perkawinan, sehingga imago jantan berpotensi untuk melakukan perkawinan dengan imago betina dari tanaman yang berbeda. Kondisi ini juga dapat memperluas serangan M. plana.
DAUR HIDUP
Stadia ulat M. plana terdiri atas 4-5 instar dan berlangsung sekitar 50 hari. Pada waktu berkepompong, kantong kelihatan halus permukaan luarnya, berukuran panjang sekitar 15 mm dan menggantung seperti kait di permukaan bawah daun. Stadia kepompong berlangsung selama 25 hari.
Ngengat M. plana betina dapat menghasilkan telur sebanyak 100-300 butir selama hidupnya. Telur menetas dalam waktu 18 hari. Ulat berukuran lebih kecil dibandingkan dengan M. corbetti yakni pada akhir perkembangannya dapat mencapai panjang sekitar 12 mm, dengan panjang kantong 15-17 mm.
Ngengat M. corbetti jantan bersayap normal dengan rentangan sayap sekitar 30 mm dan berwarna coklat tua. Seekor ngengat M. corbetti betina mampu menghasilkan telur antara 2.000-3.000 butir (Syed, 1978). Telur menetas dalam waktu sekitar 16 hari. Ulat yang baru menetas sangat aktif dan bergantungan dengan benang-benang liurnya, sehingga mudah menyebar dengan bantuan angin, terbawa manusia atau binantang. Ulat sangat aktif makan sambil membuat kantong dari potongan daun yang agak kasar atau kasar. Selanjutnya ulat bergerak dan makan dengan hanya mengeluarkan kepala dan kaki depannya dari dalam kantong. Ulat mula-mula berada pada permukaan atas daun, tetapi setelah kantong semakin besar berpindah menggantung di bagian permukaan bawah daun kelapa sawit. Pada akhir perkembangannya, ulat dapat mencapai panjang 35 mm dengan panjang kantong sekitar 30-50 mm. Stadia ulat berlangsung sekitar 80 hari. Ulat berkepompong di dalam kantong selama sekitar 30 hari, sehingga total siklus hidupnya adalah sekitar 126 hari.
Pengetahuan tentang siklus hidup secara utuh sangat berguna di dalam managemen pengendalian hama ini. Dengan informasi ini, rantai terlemah dari siklus hidupnya didapat sehingga akan membantu dalam menentukan waktu tindakan pengendalian yang tepat. Informasi siklus hidup juga akan memberikan pemahaman biologi yang lebih baik untuk pengelolaan hama.
Serangan ulat kantong ditandai dengan kenampakan tanaman tajuk tanaman yang kering seperti terbakar. Basri (1993) menunjukkan bahwa kehilangan daun dapat mencapai 46,6%. Tanaman pada semua umur rentan terhadap serangan ulat kantong, tetapi lebih cenderung berbahaya terjadi pada tanaman dengan umur lebih dari 8 tahun. Keadaan ini mungkin ditimbulkan dari kemudahan penyebaran ulat kantong pada tanaman yang lebih tua karena antar pelepah daun saling bersinggungan.
Biologis
Parasitoid dan Predator memiliki potensi untuk mengendalikan hama secara biologi. Manipulasi lingkungan yang tepat untuk mengendalikan hama ini karena tindakan ini akan memodifikasi lingkungan untuk kelangsungan hidup dan perkembangan musuh alami.
Basri et al., (1999) menemukan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara serangga parasitoid dan jenis tanaman. Dari percobaan diketahui bahwa Dolochogenidea metesae menyukai tanaman Cassia cobanensis dan Asystasia intrusa. Brachiraria carinata menyukai Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Euphelmus catoxanthae menyukai tanaman Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Tetrastichus sp menyukai tanaman Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Eurytoma sp menyukai tanaman Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Pediobius imbreus menyukai tanaman Cassia cobanensis Euphorbia heterophylla, Asystasia intrusa dan Ageratum conyzoides. Pediobius anomalus menyukai Cassia cobanensis dan Asystasia intrusa. Untuk mengetahui tanaman inang yang efektif, perlu dilakukan penelitian jenis tanaman inang yang paling disukai oleh predator Metisa plana.
Parasitoid primer dan sekunder, serta predator mempengaruhi populasi Metisa. plana. Diantara parasitoid primer, Goryhus bunoh, hidup paling lama (47 hari) sedangkan hiperparasitoid yang hidup paling lama adalah P. imbreus. Dolichogenidea metesae merupakan parasitoid paling penting (Basri et al., 1995) yang berkembang baik pada tanaman Cassia cobanensis, termasuk Asystasia intrusa, Crotalaria usaramoensis, dan Euphorbia heterophylla. Kecuali A. intrusa, keberadaan tanaman ini akan bermanfaat karena memberikan nektar untuk parasitoid.
Pengendalian Secara Kimiawi
Ulat kantong dapat dikendalikan dengan penyemprotan atau dengan injeksi batang menggunakan insektisida. Untuk tanaman yang lebih muda (< umur 2 tahun), knapsack sprayer dapat digunakan untuk penyemprotan. Untuk tanaman lebih dari 3 tahun, aplikasi insektisida dapat menggunakan fogging atau injeksi batang. Monocrotophos dan methamidophos merupakan dua insektisida sistemik yang direkomendasikan untuk injeksi batang (Hutauruk dan Sipayung, 1978). Karena bahan bakunya adalah bahan kimia yang sangat berbahaya, ijin harus diperlukan dari Komisi Pestisida untuk tujuan dan cara aplikasi dan saat ini sudah tidak dikeluarkan lagi.
Insektisida yang direkomendasikan oleh Komisi Pestisida Indonesia tahun 2016 untuk hama Metisa plana adalah Abakmektin (Badik 18 EC), Abamektin + Sipermetrin (Limpidor 30/125 EC), Asefat (Ace-One 75 SP, Antong 75 SP, Chepate 75 SP, Lancer75 SP, Manthene 75 SP, Orthene 75, SP, Ortran 75 SP, Besqueen 80 SP, Jossefat 80 SP), Bacillus thuringiensis (DiPel SC), Deltametrin (Percis 30 SC), Diazinon (Diazinon 600 EC, Sidazinon 600 EC), Dimehipo (E-To 400 SL, Feltus 400 SL, Defron 500 SL, Manuver 6 GR), Emamektin benzoat (Provide-X 21/45 SC), Karbosulfan (Respect 200 EC), Klorantraniliprol (Prevathon 50 SC), Metomil (Dangke 40 WP), Sipermetrin (Capture 50 EC, Astertrin 250 EC), Tiodikarb + Triflumuron (Destello 480 SC), Triflumuron (Alsystin 480 SC).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar yang sifatnya membangun