Jumat, 26 Januari 2018

Perkembangan Produksi Pestisida


Pestisida sudah digunakan sejak 500 tahun SM. Pestisida tersebut mencakup pestisida insektisida (pembasmi serangga), rodentisida (pembasmi pengerat) dan mitisida (pembasmi rayap). Pestisida-pestisida ini digunakan dalam mengendalikan hama tikus, tungau, dan juga serangga umum. 

Bangsa Mesir dipercaya sebagai orang pertama yang membuat pestisida. Hal itu berawal dari penggunaan kucing sebagai pemburu tikus. Akan tetapi karena terlalu sering memburu tikus liar, si kucing malah diserang kutu tikus. Beruntunglah, seorang berkebangsaan Mesir yang tidak diketahui siapa namanya mempunyai ide brilian dalam membasmi kutu. Ya dia kemudian menciptakan suatu ramuan yang akhirnya bisa membasmi kutu tikus yang hidup di tubuh kucing. 

Sulfur atau belerang merupakan pestisida yang pertama dipakai dalam sejarah pestisida. Zat ini dipakai karena baunya yang cukup menyengat. Saat itu, bau belerang yang menyengat diduga mempunyai zat berkhasiat. Dan benar saja, belerang mampu membasmi hama yang ada saat itu. Belerang yang digunakan didapat dari gunung berapi, air panas, meteorit, gips, garam epson, dan juga barit. Bukti penggunaan belerang sebagai pestisida saat itu (sekitar 1000 tahun SM) bisa dilihat dari karya-karya penulis Yunani yang bernama Homer.

Setelah Homer yang menyebutkan penggunaan belerang sebagai pestisida, di Yunani, seorang penulis lain dari negeri Romawi juga mengemukakan hal yang sama. Namun, penulis yang bernama Cato ini tidak menyebutkan belerang. Dalam beberapa karyanya, dia menyebutkan bahwa saat itu (sekitar 200 tahun SM) ada banyak petani anggur yang membakar aspal guna mengusir serangga hama dari kebunnya.

Di awal tahun 1700, seorang ahli herbal yang juga seorang ahli tumbuhan (botanis), John Parkinson, menggunakan jenis pestisida baru. Pestisida ini bersifat alami karena terbuat dari campuran cuka, kotoran sapi, dan juga urin sapi. Campuran semuanya John pakai dalam membasmi hama-hama tanaman yang ada di kebunnya. Sejak saat itulah, banyak para pakar tumbuhan yang memakai pestisida alami (organik) dalam mengendalikan hama. Hal ini tentu saja karena pestisida jenis ini dirasakan relatif aman terhadap organism lain selain hama. Pestisida alami yang digunakan itu misalnya saja ramuan pohon tertentu dan juga campuran air tembakau.

Pestisida modern mulai berkembang di tahun 1867. Saat itu ada sejenis hama yang susah sekali dikendalikan yang menyerang tanaman kentang. Namanya adalah kumbang Colorado. Untuk membasminya, pemerintah Amerika Serikat menggunakan pestisida berbahan dasar Arsen. Arsen kemudian dikenal sebagai racun yang tak hanya membasmi kumbang Colorado saja. Manusia juga bisa mati dengan at yang bernama Arsen ini.

Perkembangan produksi pestisida di indonesia menurut Ketua Umum Himpunan Masyarakat Pestisida Nasional (HMPN), Rusmanto, mengatakan pasar pestisida dalam negeri senilai Rp 5,6 triliun pertahun (industri.bisnis.com, 2012). Keadaan ini semakin mendorong perusahaan nasional yang masuk ke dalam pasar pestisida. 

Masuknya perusahaan nasional ini dipicu dengan regulasi yang mendukung dan mudahnya menduplikasi produk non-patent dari perusahaan market leader. Hal ini telah tercermin dari jumlah pestisida terdaftar pada Ditjen PSP Kementerian Pertanian yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2012 jumlah pestisida yang terdaftar di Kementerian Pertanian tercatat sejumlah 2.675 merek pestisida yang kemudian pada tahun 2014 telah menjadi 3.005 merek pestisida. 

Perkembangan jumlah pestisida yang terdaftar tersebut secara otomatis diiringi oleh meningkatnya persaingan pasar antar produsen/formulator dalam negeri dan impor. Bahkan karena lemahnya pengawasan, dalam tahun-tahun belakangan ini pasar pestisida dalam negeri disinyalir juga telah mengundang masuknya pestisida illegal.

Jenis pestisida berdasarkan sasarannya yang beredar di Indonesia hingga kini cukup banyak namun dari berbagai jenis tersebut pasar paling besar masih disumbangkan dari kelompok herbisida (42,5%), insektisida (37,5%), fungisida (18%) dan lainnya sebesar 2% (Purohim, 2013). 

Melihat kondisi ini mendorong penulis untuk menampilkan tulisan tentang prospek industry dan pemasaran pestisida di Indonesia. Dalam penyusunan laporan ini digunakan dua jenis sumber informasi yaitu data sekunder yang diterbitkan oleh instansi terkait seperti BPS, Kementerian  Perindustrian, BKPM, Kementerian Pertanian dan lain-lain termasuk Ban Data yang dimiliki GMP-K. Untuk memperkuat laporan, data sekunder diperdalam dengan data primer hasil wawancara langsung, serta survey lapangan terhadap para pelaku terkait dengan industry pestisida, pakar pertanian, pemakai pestisida dan sumber lainnya yang terkait.

Menurut pengamatan Penulis dalam 5 yahun terakhir (2010-2014) produksi Herbisida di Indonesia terus menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Selama periode 2010-2014 laju perkembangan produksi rata-rata herbisida di Indonesia meningkat sekitar 9,00% per tahun, dengan produksi tertinggi herbisida 76.042 ton.

---00eddie00----

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar yang sifatnya membangun