Kamis, 01 Februari 2018

Pengembangan Agro-Industri di Indonesia

Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah meningkatkan produktivitas perusahaan dan nilai tambah produktivitasnya. Peningkatan nilai tambah dari suatu komoditas dicapai melalui proses pengolahan dari bentuk bahan mentah menjadi barang setengah jadi dan barang jadi.
Industri pengolahan komoditas minyak sawit memungkinkan terciptanya mata rantai pengolahan didalam negeri. Hal ini diharapkan berdampak positif terhadap perluasan kesempatan berusaha disamping menciptakan tambahan lapangan kerja.

Agroindustri merupakan salah satu cabang industri yang punya prospek cerah dimasa mendatang. Hal ini didukung dengan adanya sumber daya alam dan sumber daya manusia serta tersedianya peluang pasar yang cukup besar baik didalam maupun diluar negeri.
Pemasaran komoditas perkebunan selama ini masih terkonsentrasi pada upaya ekspor berupa bahan mentah. Pola pemasaran seperti ini mempunyai posisi yang lemah di tengah-tengah ketatnya persaingan dalam perdagangan dunia. Posisi ini juga akan semakin sulit dengan banyaknya barang substitusi sebagai hasil kemajuan teknologi di negara maju yang diciptakan untuk mengurangi ketergantungannya terhadap negara-negara berkembang. Oleh karena itu pemerintah sudah mulai mengambil langkah-langkah kebijaksanaan untuk mengembangkan kegiatan agroindustri.

Beberapa perkembangan agroindustri yang sudah dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit adalah coocking oil, margarine, oleo chemical, glaycerine, fatty acid dan lain-lain. Peningkatan ekspor non-migas ini secara umum mempunyai peranan yang sangat strategis disamping sebagai salah satu sumber devisa dan sumber kegiatan perekonomian dalam negeri yang cukup handal serta membuka peluang kesempatan kerja di Indonesia.

Mata rantai industri pengolahan komoditi kelapa sawit dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
Pengembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit
Prospek pasar dunia untuk minyak sawit dan produknya cukup bagus, karena itu perkebunan kelapa sawit sekarang telah diperluas secara besar-besaran oleh perkebunan besar negara, perkebunan besar swasta maupun oleh masyarakat atau perkebunan rakyat, baik secara mandiri maupun bermitra dengan perusahaan perkebunan.

Program pengembangan dan pembangunan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan skala besar sangat menguntungkan bagi berbagai aspek, baik ekonomi, sosial maupun lingkungan.
Ditinjau dari aspek ekonomi, perkebunan kelapa sawit dapat mendukung industri dalam negeri berbasis produk berbahan dasar kelapa sawit. Selain itu dengan banyak terbangunnya sentra ekonomi di wilayah baru akan mendukung pembangunan ekonomi regional. Ditinjau dari aspek sosial, terjadi penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar dan memperkecil kesenjangan pendapatan petani dengan pengusaha perkebunan. Dari aspek lingkungan, adanya pengembangan dan pembangunan perkebunan kelapa sawit di lahan yang telah lama terbuka dan tidak produktif akan merehabilitasi lahan kritis dan marginal dalam skala yang luas. Selain itu, terbangunnya perkebunan yang luas akan menambah penyediaan oksigen (O²) serta sekaligus penyerap karbon (CO²). Perkebunan kelapa sawit yang luas juga dapat mendukung fungsi hidrologis, yaitu kemampuan menyerap air pada musim hujan dan melepaskannya secara bertahap pada musim kemarau.

Komoditas perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah berkembang ke berbagai daerah di tanah air, dari Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi dan Maluku, sedangkan di Irian Jaya (Papua) belum begitu banyak investor yang berinvestasi.

Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati yang paling efisien diantara beberapa tanaman sumber minyak nabati yang memiliki nilai ekonomi tinggi lainnya, seperti kedelai, zaitun, kelapa dan bunga matahari. Kelapa sawit dapat menghasilkan minyak paling banyak dengan rendemen mencapai 21%, kelapa sawit dapat menghasilkan minyak sebanyak 6—8 ton per hektare per tahun, sementara tanaman sumber minyak nabati yang lainnya hanya menghasilkan kurang dari 2,5 ton per hektare per tahun (berada jauh dibawah kelapa sawit).

Bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomi tinggi adalah bagian buahnya yang tersusun dalam sebuah tandan, atau disebut TBS (Tandan Buah Segar). Buah sawit dibagian sabut (daging buah atau mesocarp) menghasilkan minyak sawit kasar atau CPO (Crude Palm Oil) sebanyak 20%—24%, sedangkan bagian inti sawit menghasilkan minyak inti sawit atau PKO (Palm Kernel Oil)  sebanyak 3%—4%.

Masa depan agrobisnis kelapa sawit menunjukkan perannya yang signifikan bagi ekonomi Indonesia. Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir cenderung menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2001 lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia tercatat 4,71 juta hektare, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2002 menjadi 5,07 juta hektare atau meningkat sekitar 7,50 persen. Pada tahun 2003 meningkat lagi sekitar 4,27 persen menjadi seluas 5,28 juta hektare, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2004 menjadi 5,72juta hektare. Pada tahun 2005 luas areal perkebunan kelapa sawit meningkat sebesar 3,20 persen dibanding dengan tahun sebelumnya atau menjadi 5,95 juta hektare, dan hingga akhir tahun 2015 luas perkebunan sudah mencapai 11,44 juta hektar, dari 3 wilayah berdasarkan status pemanfaatan yakni kebun rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar yang sifatnya membangun