Kamis, 01 Februari 2018

Karakteristik Pasar CPO Uni Eropa

Menurut penelitian, kawasan Eropa merupakan pasar terbesar bagi  produk minyak kelapa sawit atau crude palm oil, (CPO) Indonesia.  Eropa sangat menyukai produk kelapa sawit dan hal tersebut berarti negara-negara di Eropa merupakan pasar utama  bagi Indonesia.  Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia  merupakan terluas di dunia, namun memang ada dampak terhadap kerusakan lingkungan akibat praktek perluasan perkebunan itu. Dari hasil penelitian memang ada beberapa perusahaan yang telah menerapkan methane capture dari proses pengolahan kelapa sawit, dan hasilnya adalah mengurangi emisi gas rumah kaca dan menghemat biaya listrik. 

Sebagaimana diketahui pasar ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa baik cukup baik dan tetap pemberlakuan kuota atau tarif baru. Pasar Uni Eropa tidak merintangi ekspor CPO dari Indonesia sehubungan dengan sosialisasi kebijakan yang terkait dengan energi terbarukan di EU (the EU RED Directive) yang berlaku Desember tahun ini. Konsumen EU tetap ingin membeli CPO Indonesia yang berkualitas baik dan pihaknya ingin mendukung perdagangan yang menguntungkan ini.

Namun perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor itu perlu menyadari dan melihat perubahan kecenderungan konsumen. Tuntutan konsumen Eropa akan produk-produk yang ramah lingkungan terus meningkat. Sehingga ini sebenarnya merupakan kesempatan pasar bagi produsen CPO Indonesia untuk memanfaatkan peluang ini dan perusahaan-perusahaan yang memperhatikan kelangsungan lingkungan akan memiliki keuntungan kompetitif. Karena sekitar 90% dari perdagangan CPO yang diekspor ke kasawan Eropa itu digunakan untuk bahan baku makanan, kosmetik, shampo dan diterjen. Selain itu sekitar 10% CPO Indonesia di pasar Eropa sudah digunakan untuk biodiesel.

The EU RED Directive hanya berlaku dalam perdagangan bahan bakar nabati (biofuel) dan akan memungkinkan insentif ditawarkan bagi biofuel yang diproduksi secara ramah lingkungan. Kebijakan tersebut berlaku untuk semua eksportir produk tersebut dari seluruh dunia, tidak hanya bagi Indonesia atau Malaysia sebagai eksportir terbesar. Untuk biofuel, negara-negara anggota Uni Eropa akan menawarkan insentif tambahan untuk mempromosikan penggunaan bahan bakar yang diproduksi secara ramah lingkungan. Peluang-peluang ekspor bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia akan meningkat.

Menurut Direktur WWF Indonesia, bahwa kebijakan Eropa tersebut merupakan tantangan dan sekaligus peluang bagi perusahaan-perusahaan Indonesia yang mengekspor minyak sawit khususnya untuk pasar biodiesel ke Eropa.

Berkaitan dengan peraturan EU Directive, Indonesia akan bekerjasama dengan Belanda dan Jerman mengenai emisi gas rumah kaca. Sebab UE merupakan pasar penting bagi CPO nasional sebab ekspor ke negara tersebut setiap tahunnya mencapai 2,7-2,9 juta ton. Sehingga tidak mudah untuk mencari pasar pengganti dengan jumlah yang diekspor sebesar itu. Selain itu, beberapa produsen Indonesia sudah memiliki beberapa fasilitas pabrik di sana.

Untuk mempertahankan ekspor, Indonesia mengembangkan pasar baru maupun memperbesar pasar yang sudah ada. Misalnya Pakistan, Bangladesh, dan Eropa Timur serta China. Meskipun demikian, Uni Eropa tidak bisa ditinggalkan karena termasuk pasar potensial CPO Indonesia.

Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Perkebunan, hingga saat ini di Indonesia tercatat sedikitnya ada seratus  perusahaan sawit yang sudah mendapatkan sertifikasi RSPO. Perusahaan itu diantarannya adalah PT Musim Mas di Sorek (Riau) yang memproleh sertifikasi RSPO pada 19 Januari 2009.  PT Hindoli di Sumatera Selatan pada 26 Februari 2009 dan PT PP London Sumatera di Sumatera Utara pada 30 April 2009.  Dari ketiga perusahaan itu, total CPO yang memiliki RSPO sudah menghasilkan  sekitar 1,7 juta ton. Sedangkan pada tahun 2011 tercatat sudah 70 perusahaan memperolah sertifikat RSPO dengan produksi yang dihasilkan sekitar 3.6 juta ton.  Padahal, total keseluruhan produksi CPO Indonesia sudah mencapai 22,5  juta ton dan  sekitar 12.1  juta ton dialokasikan untuk keperluan pasar dalam negeri. PT. Sime Indo Agro di Kalimantan Barat, PT Bakrie Sumatera Plantation di Kisaran, PT Indotruba Tengah Plantatiom di Kalimantan Tengah. PT Tunggal Mitra,PT.Berkat Sawit Sejati dan PT. Agrowiratama di Sumatera Barat dan lain sebagainya

Sebagaimana diketahui, pasar Eropa, khususnya Eropa Barat sebenarnya bukanlah pasar utama minyak sawit Indonesia. Ekspor Indonesia ke Eropa setip tahunnya hanya  hanya sekitar 16,3%, dan yang cukup besar hanya ke Belanda.

Belanda dan Jerman adalah termasuk dalam 10 besar pengimpor minyak sawit dunia. Di Eropa Barat, CPO banyak digunakan untuk biodiesel dan hanya sebagian kecil untuk minyak makan, yang hingga kini perkembangannya juga belum menjanjikan. Eropa Barat masih mengandalkan minyak rapeseed, bunga matahari, dan kedelai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Namun, justru minyak sawit dihambat masuk ke Eropa Barat untuk melindungi produsen minyak-minyak nabati di atas. Jadi prospek ekspor kita ke Eropa terutama Eropa Barat masih belum bahkan tidak menjanjikan, dan petani plasma tidak perlu resah jika belum mendapatkan sertifikasi RSPO karena pasar sawit Indonesia masih banyak yang prospektif. Selain itu Indonesia perlu memperluas pasar ekspor dan mengembangkan pasar yang sudah ada, selain Eropa Barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar yang sifatnya membangun