Kamis, 22 Februari 2018

NPV Untuk Pengendalian Ulat Api




Terdapat 12 Jenis Ulat Api yang di ketahui mempu merusak tanaman kelapa sawit, dan hama Ulat Api  Setothosea asigna merupakan hama utama pada perkebunan kelapa sawit dan menyerang tanaman kelapa sawit yang baru ditanam di lapangan sampai berumur 2,5 tahun. Kumbang ini jarang sekali dijumpai menyerang kelapa sawit yang sudah menghasilkan (TM). Namun demikian, dengan dilakukannya pemberian mulsa tandan kosong kelapa sawit (TKS) yang lebih dari satu lapis, maka masalah hama ini juga dijumpai pada areal TM. Pada areal replanting kelapa sawit, serangan kumbang dapat mengakibatkan tertundanya masa berproduksi sampai satu tahun dan tanaman yang mati dapat mencapai 25%.

Serangan Ulat Api (Setothosea asigna) pada perkebunan kelapa sawit apabila tidak dikendalikan secara terpadu tidak akan memberikan hasil yang optimal. Siklus hidup kumbang tanduk yang berlangsung relatif cukup lama membuat keberadaan hama ini di lokasi perkebunan yang terserang populasinya akan semakin tinggi dan dapat menimbulkan kerusakan tanaman kelapa sawit yang sangat parah. Untuk pengendalian yang efektif perlu diketahui secara baik siklus hidup Ulat Api (Setothosea asigna).

Akibat penggunaan insektisida kimia yang tidak tepat, tidak hanya mencemari hasil pertanian dan lingkungan, tetapi juga dapat menimbulkan kekebalan dan resurgensi hama dan musnahnya musuh alami. Sejalan dengan upaya pengendalian hama yang ramah lingkungan, perlu dicari cara-cara pengendalian alternatif yang lebih efisien dan aman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nuclear Polyhedrosis Virus (SlNPV) berpotensi untuk mengendalikan Setothosea asigna karena efektifitas bioinsektisidanya sangat tinggi.

Pengendalian terhadap Setothosea asigna di samping menggunakangunakan insektisida kimia berdasarkan ambang kendali, diharapkan juga dilakukan melalui berbagai taktik pengendalian, di antaranya dengan pemanfaatan patogen serangga yang mempunyai spektrum daya bunuh spesifik, tidak membunuh parasitoid, predator, dan tidak mencemari lingkungan. Penggunaan musuh alami bemanfaat untuk mengatur dan mempertahankan populasi hama di bawah tingkat yang tidak merugikan tanaman.

Di antara beberapa jenis musuh alami yang dapat digunakan sebagai bioinsektisida adalah Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV). NPV merupakan salah satu patogen penting untuk mengendalikan Setothosea asigna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nuclear Polyhedrosis Virus (SlNPV) berpotensi dikembangkan untuk mengendalikan Setothosea asigna.

KLASIFIKASI DAN DESKRIPSI


NPV merupakan salah satu anggota genus Baculovirus, Famili Baculoviridaeyang memilikidua genus, yaitu Nucleo polyhedrosis virus (NPV) dan Granulovirus (GV) (Murphy et al. 1995). Secara umum virus serangga dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu virus yang mempunyai Inclusion Body (IB) dan virus NonInclusion Body (tanpa IB). Inclusion Body merupakan badan pembawa virus yang terbuat dari matriks protein, dan mempunyai bentuk seperti kristal tidak beraturan. Matriks protein inilah yang sering disebut dengan PolyhedralInclusion Body (PIB) (Amico 1997). PIB dapat dilihat dengan mikroskop biasa, di dalam standardisasi PIB digunakan sebagai satuan untuk menentukan konsentrasi dan dosis NPV.

Bentuk polyhedra dapat berupa dodecahedra, tetrahedral, kubus, atau tidak beraturan. Diameter polyhedra berukuran 0,05–15,00 μm. Bentuk polyhedra tergantung pada jenis serangga inang yang terinfeksi NPV (Maddox 1975). Di dalam PIB terdapat bagian NPV yang bersifat mematikan serangga yaitu nuckleokapsid, yang terletak di dalam virion berbentuk tongkat panjang 336 μm, diameter 62 μm. Virion terbungkus dalam satu membran yang disebut envelop, di dalam satu virion terdapat satu atau lebih nukleokapsid. Virion hanya dapat dilihat dengan mikroskop electron.

Berdasarkan jumlah nukleokapsid, NPV dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu single nukleokapsid (SNPV) dan multi nucleokapsid (MNPV). Pada SNPV, tiap envelop berisi satu nuckleokapsid, sedangkan pada MNPV berisi lebih dari satu sampai 200 nukleokapsid (Tanada dan Kaya 1992). Pada umumnya SNPV mempunyai inang yang lebih spesifik dibandingkan dengan MNPV (Ignoffo dan Couch 1981).

MEKANISM INFEKSI DAN PATAGENISITAS

NPV akan melakukan replikasi atau memperbanyak diri di dalam inti sel inangnya. Oleh karena itu infeksi NPV harus tertelan bersama-sama pakan yang dikonsumsi melalui mulut terus ke pencernaan. Dalam pencernaan ini NPV menginfeksi nucleus sel-sel yang peka terutama lapisan epitel ventrikulus dan hemosit yang berada dalam haemocoel Setothosea asigna. Infeksi NPV dalam tubuh serangga dapat terjadi jika usus serangga pada kondisi alkalis (pH > 9). Pada kondisi alkalis PIB akan melepas virion dari selubung protein kemudian virion menembus jaringan peritrofik, mikrovili, kemudian akan memisahkan sel-sel kolumnar dan goblet, dan pada akhirnya akan merusak seluruh jaringan usus dan kondisi di dalam haemolimfa akan terlihat keruh penuh cairan NPV. 

Cairan NPV tersebut merupakan replikasi virion-virion baru yang terbentuk di dalam sel-sel rongga tubuh (haemocoel) dan jaringan lain seperti lemak tubuh, sel epidermis, haemolimfa, dan trakea. Pada jaringan-jaringan tersebut virion-virion dapat mengambil tempat sehingga terjadi cellysis. Larva akan mati setelah sebagian besar jaringan tubuhnya terinfeksi NPV (Smits 1987).

NPV menginfeksi inang melalui dua tahap. Pada tahap pertama NPV menyerang usus tengah, kemudian pada tahap selanjutnya organ tubuh (haemocoel) serta organ dalam tubuh yang lain. Pada infeksi lanjut NPV juga menyerang sel darah (leucosit dan limfosit), trakea, hypodermis, dan sel lemak (Deacon 1983; Ignoffo dan Couch 1981). PIB dalam tubuh larva yang terserang ukurannya bervariasi tergantung pada perkembangan stadium larva, sebagian besar polyhedra memiliki ukuran dan stadium pematangan yang hampir sama (Granados and Federici 1986).

GEJALA SERANGAN/INFEKSI NPV


Gejala infeksi NPV pada larva Setothosea asigna akan terlihat setelah 1 - 3 hari NPV tertelan, PIB akan terurai oleh kondisi alkali dan kandungan bikarbonat perut larva. Pada larva instar-1 yang terinfeksi NPV pada umumnya akan terlihat putih susu, akan tetapi gejala ini agak sulit dilihat secara visual kecuali dengan mikroskop. Pada larva instar-3 dan 4 akan terlihat gejala putih kecoklatan pada bagian perutnya, sedangkan pada bagian punggung berwarna coklat susu kehitaman.
Bila larva instar-5 dan 6 yang terinfeksi NPV tidak mati, maka pada fase pupa akan membusuk dan seandainya sampai pada fase imago, maka bentuk sayap menjadi keriting. Larva yang terinfeksi NPV pada umumnya ditandai dengan berkurangnya kemampuan makan, gerakan yang lambat, dan tubuh membengkak, akibat replikasi atau perbanyakan partikel-partikel virus NPV. Integumen larva biasanya menjadi lunak dan rapuh serta mudah sobek. Apabila tubuh larva tersebut pecah maka akan keluar cairan kental berwarna coklat susu yang merupakan cairan NPV dengan bau sangat menyengat.
 
POTENSI NPV SEBAGAI AGENS HAYATI
 
Pemanfaatan NPV sebagai agens hayati sangat efektif untuk mengendalikan S. litura. NPV ini didapat dengan cara mengambil dan memperbanyak virus yang berasal dari hama tersebut.  Efektifitas NPV sangat dipengaruhi oleh sinar ultra violet yang dipancarkan sinar matahari, karena sinar ultra violet dapat menyebabkan penurunan efektifitas NPV, demikian juga suhu lingkungan berpengaruh terhadap aktifitas NPV (Young 2003). Oleh karena itu untuk aplikasinya diperlukan formula yang mengandung bahan pelindung atau ajuvant yang tahan terhadap sinar ultra violet sehingga keefektifian NPV dapat dipertahankan. Di samping itu kematian larva juga dipengaruhi oleh efektifitas isolat, hal ini sesuai dengan pendapat Maddox (1975) dan Starnes et al. (1993) bahwa kematian larvaakibat NPV sangat bergantung pada strain virus, jenis inang, stadia inang, banyaknya 
polyhedra, dan suhu.

Keunggulan NPV sebagai agens hayati antara lain adalah bersifat spesifik dan selektif terhadap inang sasaran, efektif terhadap larva yang resisten terhadap insektisida kimia, tidak merusak musuh alami, serta tidak berbahaya bagi lingkungan dan manusia karena tidak meninggalkan residu beracun. Keunggulan yang lain adalah NPV bersifat kompatibel jika diaplikasikan dengan insektisida kimia dan entomo patogen yang lain seperti Bacillus thuringiensis (Jaques 1988).

PERBANYAKAN NPV
 

Biopestisida NPV dengan metode sederhana dapat dianjurkan kepada petani untuk diproduksi sendiri. Dosis efektif terhadap Setothosea asigna adalah 1,5 x 1012 PIBs/ha. Dengan asumsi bahwa seekor larva Setothosea asigna  instar-6 mati terinfeksi SlNPV mengandung 1 x 109 PIBs, maka kebutuhan larva mati akibat terinfeksi SlNPV untuk keperluan pengendalian Setothosea asigna pada areal tanaman Kelapa Sawit seluas 1 ha adalah (1,5 x 1012 PIBs/ha)/(1 x 109 PIBs/ekor) = 1500 larva/ha. Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut: 
  • Larva Setothosea asigna yang berukuran panjang antara 2–3 cm atau instar-3 dan 4, dikumpulkan /diambil dari lahan Tanaman kemudian dimasukkan ke dalam stoples plastik diameter 18,5 cm tinggi 12 cm (masing-masing stoples idealnya diisi 100 ekor larva), atau jumlah larva disesuaikan dengan besarnya stoples (jika terlalu banyak larva akan saling menggigit). 
  • Pengambilan larva dari lapangan juga merupakan tindakan pengendalian secara mekanis yang dapat dilakukan oleh petani setiap hari. Larva tersebut kemudian diberi pakan berupa helaian daun kedelai yang sudah dicelupkan/ditetesi suspensi SlNPV. 
  • Larva dipelihara di dalam stoples sampai mati, kemudian setelah terkumpul, bangkai larva dapat langsung dihancurkan, disaring, dan suspensi SlNPV yang diperoleh dapat langsung digunakan sebagai bahan semprot atau disimpan (kering angin atau tepung).
Teknik Penyimpanan SlNPVBiopestisida NPV dalam bentuk tepung yang dikemas dengan alumunium foil dan disimpan dalam suhu kamar (22 - 29ᵒC) selama tiga bulan masih efektif terhadap Setothosea asigna dengan tingkat efektifitas 80%. Biopestisida NPV yang dikemas dengan alumunium foil dan disimpan dalam refrigerator 10 oC selama enam bulan juga cukup efektif dengan tingkat efektifitas 77% . Nilai efektifitas NPV menunjukkan bahwa tingkat kematian larva dipengaruhi oleh macam bahan kemasan, kondisi penyimpanan dan waktu penyimpanan. Berdasarkan kriteria nilai efektifitas ada lima kombinasi perlakuan yang diunggulkan yaitu (1) aluminium foil tahan 6 bulan dalam refrigerator, (2) aluminium foil tahan 6 bulan dalam freezer, (3) aluminium foil tahan 3 bulan dalam kamar, (4) aluminium foil tahan 3 bulan dalam refrigerator, (5) aluminium foil tahan 3 bulan dalam freezer.

APLIKASI BIOPESTISIDA NPV 

NPV dalam bentuk suspensi cair maupun dalam bentuk tepung (wettable powder, WP), diaplikasikan sebagaimana aplikasi insektisida kimia, yaitu dengan menggunakan alat semprot konvensional maupun sprayer gendong/knapsack. Volume semprot yang digunakan selama aplikasi yaitu 300 l/ha. Aplikasi dianjurkan pada sore hari kurang lebih pukul 15.00–16.00. Evaluasi hasil aplikasi dapat dilakukan setelah 2–3 hari aplikasi SlNPV, yaitu dengan melihat  larva Setothosea asigna yang mati dengan ciri khusus yaitu badan lunak dan berwarna coklat atau tergeletak pada helaian daun dengan mengeluarkan cairan  berwarna coklat susu dan mengeluarkan aroma/ bau yang menyengat.
Aplikasi lain adalah engan Menggunakan Ulat yang terinfeksi oleh Virus NPV, dengan cara memblender, menyaring, dan menyemprotkan kembali ke lapangan. Dosis 400 g ulat terinfeksi NPV per ha. Virus dalam tubuh ulat api dapat bertahan puluhan tahun apabila disimpan di dalam freezer -20 oC.

Sumber : BEDJO: PEMANFAATAN SLNPV UNTUK PENGENDALIAN ULAT GRAYAK PADA TANAMAN KEDELAI (diolah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar yang sifatnya membangun