Kamis, 01 Februari 2018

Persaingan Bisnis CPO Indonesia VS Malaysia


Tidak dipungkiri, Indonesia mengandalkan komoditas minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) sebagai produk andalan ekspor yang bisa bersaing di pasar internasional. Wajar jika pemerintah ngotot meyakinkan dunia internasional bahwa CPO Indonesia ramah lingkungan.
Namun, segala daya upaya yang dilakukan pemerintah belum membuahkan hasil. CPO Indonesia tetap ditolak masuk dalam daftar produk ramah lingkungan yang bebas bea masuk. Padahal, pemerintah sesumbar Indonesia bisa menjadi pemain utama sekaligus raja dalam perdagangan kelapa sawit dunia. Produksi kelapa sawit Indonesia hingga tahun 2015 sudah mencapai 30 juta ton
Dan dengan bangga indonesia telah mampu mengalahkan produksi CPO Malaysia sejak tahun 2006 pada saat itu produksi indonesia 16,56 juta ton sementara Malaysia hanya mencapai produksi 15,88 juta ton. Dalam persaingan untuk menjadi raja kelapa sawit dunia, Indonesia selalu dibayangi Malaysia.

Untuk menjadi penguasa sekaligus raja dalam bisnis kelapa sawit dunia, Indonesia harus bersaing dengan negara tetangga Malaysia yang juga memiliki catatan positif terkait produksi kelapa sawit. Indonesia dan Malaysia merupakan dua negara pengekspor CPO terbesar di dunia. Hasil riset Rabobank beberapa waktu lalu menyebutkan, Indonesia dan Malaysia masih mendominasi produksi minyak sawit dunia dengan kontribusi 85 persen dari seluruh pasokan yang jadi kebutuhan dunia. Indonesia sendiri mengkontribusikan 48 persen dari total volume produksi minyak sawit dunia sedangkan Malaysia sebesar 37 persen.

Persaingan antara Indonesia-Malaysia untuk menjadi raja minyak sawit, bisa dikatakan sangat ketat. Dimulai dari produksi CPO. Dari riset Rabobank, produksi dan ekspor sawit Indonesia telah melampaui Malaysia sejak beberapa tahun terakhir. Indonesia kini jadi sebagai produsen dan eksportir sawit terbesar dunia. Menurut studi yang kami lakukan, perbedaan pertumbuhan produksi sawit Malaysia dan Indonesia dipengaruhi tingkat ketersediaan lahan, perkembangan industri minyak sawit, hingga penggunaan lahan di kedua negara.

Lebih dari 96 persen produksi CPO Indonesia disumbang dari Sumatera sebesar 78 persen dan Kalimantan 18 persen. Sulawesi menyumbang 2-3 persen dan sisanya sumbangan dari Papua dan Jawa.

Kalah dalam hal produksi, Malaysia mencoba cara lain dalam persaingan dengan Indonesia. Di tengah merosotnya harga minyak sawit dunia, Oktober 2012  Malaysia menurunkan bea keluar CPO menjadi 8 persen. Tujuannya agar pengusaha sawit makin bergairah mengekspor hasil produksinya di pasar internasional. Tentu saja kondisi ini membuat pemerintah dan sektor swasta Tanah Air kelabakan. Penurunan bea keluar membuat produk CPO Negeri Jiran lebih murah di pasaran dunia. 

Belakangan ini, produk unggulan Indonesia itu kembali dihantam isu miring. Pemerintah mengakui ada sentimen negatif dan kampanye hitam di pasar internasional yang membuat komoditas Indonesia dijauhi konsumen dari negara lain. Kondisi ini makin memperparah kondisi sebelumnya di mana harga minyak sawit masih terpuruk. Berikut grafik perkembangan produksi CPO Indonesia dan Malaysia dari tahun 1964 - 2015


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar yang sifatnya membangun