Jumat, 02 Februari 2018

Karakteristik Pasar CPO Eropa Timur


Pelaku usaha dan pengekspor minyak kelapa sawit (CPO) keberatan jika pemerintah memindahkan basis pelabuhan ekspor dari Rotterdam, Belanda, ke Turki dan dua negara Eropa Timur. Produsen kelapa sawit menilai pasar Eropa Barat atau pasar tradisional belum mengalami penurunan permintaan meski ke depan industri harus melebarkan pasarnya hingga Eropa Timur, Afrika, dan Timur Tengah . Pasar tradisional CPO di Eropa dan beberapa negara Eropa Tengah masih cukup besar. Oleh karena itu, mereka menilai Pemerintah belum perlu memindahkan basis pelabuhan ekspor dari sana. Saat ini belum ada penurunan permintaan dari wilayah tersebut meski di kawasan itu mengalami perlambatan ekonomi.

Indonesia, seperti diketahui, sudah puluhan tahun mengekspor CPO melalui pelabuhan Rotterdam. Oleh karena itu, pelaku usaha keberatan jika pemerintah berusaha mengubah basis pelabuhan ekspor dari Rotterdam, Belanda ke Turki, Serbia, dan Jerman.

Namun yang  menjadi pertanyaan, apakah `refinery` atau pengolahan di tiga negara itu cukup besar atau tidak.  Hal ini disebabkan beberapa perusahaan seperti Wilmar memiliki `refinery` sendiri di Rotterdam dan faktor biaya patut dipertimbangkan karena saat ini biaya ke Rotterdam juga tidak terlalu mahal. Selain itu bahwa pelaku usaha memang berencana untuk melakukan diversifikasi, tetapi tanpa perlu meninggalkan pasar tradisional. Negara-negara yang menjadi tujuan utama diversifikasi ialah negara Eropa Timur, misalnya Polandia, Serbia, dan negara-negara Mediterania, seperti Turki dan Iran.

Melihat semakin ketatnya persaingan pasar minyak nabati dunia, para produsen CPO Indonesia kini mulai mengincar pasar CPO ke Eropa Timur. Sejumlah langkah telah dilakukan seperti memperkenalkan produk kepada negara-negara tersebut.  Prospek pasar CPO Indonesia di pasar Eropa Timur dinilai potensial bagi ekspor crude palm oil/CPO (minyak kelapa sawit). Dengan demikian para pengusaha CPO dan pemerintah akan memperkenalkan CPO ke negara-negara tersebut. Sebelumnya, pemerintah telah melakukan sosialisasi ekspor CPO ke parlemen Eropa Timur dan ada respon positif. Pemerintah Eropa Timur telah mengerti proses produksi kelapa sawit Indonesia masih memenuhi kreteria negara tersebut. Potensi pasar ekspor CPO masih cukup menjanjikan karena pasar Rusia memang cukup bagus, 
Terutama pasar Ukraina karena di sana sudah ada pabrik pengolah CPO menjadi bahan pangan seperti, minyak goreng dan berbagai jenis mentega. Potensi ekspor CPO ke Ukraina sekitar 200.000-300.000 ton per tahunnya, tetapi Indonesia harus memasarkannya secara intensif karena sejauh ini masalahnya kurang promosi, yang selama ini konsumen di Ukraina biasa memakai bahan baku lain seperti minyak kedelai atau minyak kanola meskipun harganya lebih mahal, dan dengan masuknya CPO Indonesia ke pasar Ukrania maka bisa menjadikan alternatif kebutuhan akan minyak nabati lebih bervariatif lagi.

Prospek pasar Rusia menarik dan peluang masih cukup besar. Menurut data statistik, tren volume ekspor minyak sawit dari ke negara bekas Uni Soviet itu terus meningkat. Tahun 2012, volumenya 356 ribu ton dan meningkat menjadi 570.000 ton pada 2014 dan 657.000 ton tahun 2015. dan pada tahun 2018 diperkirakan total volume ekspor minyak sawit Indonesia ke Rusia akan melampaui 800.000 ton.

Melihat potensi pasar yang besar tersebut dan untuk melihat bagaimana persepsi masyarakat Eropa (termasuk Eropa Timur) terkait minyak sawit Indonesia, untuk kali pertama, penyelenggaraan konferensi minyak sawit terbesar di dunia Indonesian Palm Oil Conference (IPOC), telah di adakan di Bali tepatnya di Nusa Dua Bali, 23-25 November 2016 yang lalu dengan mendatangkan pembicara dari Rusia. Dalam IPOC ke-12, hadir Prof Oleg S. Medvedev dari Lomonosov Moscow State University yang berbicara mengenai isu kesehatan minyak sawit di masyarakat Eropa. Sementara itu, para pembicara yang tampil  lainnya seperti Prof Dr Iwan Jaya Aziz (Cornell University), Dr Risa Bhinekawati (ahli sustainability dari Australian National University), Dirut BPDP (Badan Pengelola Dana Perkebunan) Sawit Bayu Krisnamurthi, dan Dr Puspo Edi Girinowo (IPB). Selain itu, sejumlah pakar komoditas yang menjadi pembicara antara lain James Fry (Chairman LMC International, Inggris), Dorab Mistry (Godrej International, India), BV Mehta (Direktur Eksekutif Solvent Exractors Association of India), dan sejumlah pakar internasional lainnya.

Dari Konfrensi IPOC tersebut di kemukakan Indonesia memang sudah seharusnya menjadi referensi dalam aspek apapun terkait industri kelapa sawit. Mengingat Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar dunia dengan produksi mencapai 33 juta ton. Dalam pasar minyak nabati dunia, minyak sawit menjadi pemegang pangsa pasar terbesar dibandingkan minyak nabati lain yang dihasilkan oleh Amerika dan Eropa seperti minyak kedelai, bunga matahari, kanola, minyak jagung, dan lainnya. "Terkait proyeksi harga, dari IPOC tahun-tahun sebelumnya selalu akurat, ini akan semakin memperkuat keyakinan kita bahwa Indonesia adalah kiblat minyak sawit dunia.

Dengan demikian peluang bisnis untuk ekspor CPO ke negara negara Eropa Timur memang sangat menjanjikan apabila dilakukan dengan baik disamping isu isu tentang perusakan hutan yang selama ini di kampanyekan oleh negara negara Eropa Barat dan USA tidak begitu di tanggapi positif secara sensitif oleh negara negara Eropa Tmur disamping juga perlunya sosialisa tentang bagaimana proses pembangunan perkebunan hingga menghasilkan CPO berdasarkan hukum yang telah di tetapkan oleh pemerintah Indonesia dengan ISPO nya, semoga ini awal yang cerah bagi dunia kelapa sawit Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar yang sifatnya membangun